Scroll untuk baca artikel
Terkini

Indonesia Membuktikan Bahwa Demokrasi Lahir dari Rahim Politik Umat Islam

Redaksi
×

Indonesia Membuktikan Bahwa Demokrasi Lahir dari Rahim Politik Umat Islam

Sebarkan artikel ini

Islam kompatibel dengan demokrasi seperti halnya semua agama. Indonesia adalah bukti kuat bahwa Islam bisa selaras dengan demokrasi.

BARISAN.CO – Demokrasi memiliki spektrumnya, dan tidak dapat dipandang secara hitam putih. Setiap negara memiliki masalah dan tantangannya masing-masing. Tidak ada negara yang memiliki demokrasi yang sempurna. Islam kompatibel dengan demokrasi seperti halnya semua agama. Indonesia adalah bukti kuat bahwa Islam bisa selaras dengan demokrasi.

Demikian disampaikan Ahli Politik Islam dari Universitas Wisconsin-Madison Amerika Serikat, Eunsook Jung, pada seminar “Is Islam Compatible with Democracy?” yang diselenggarakan secara luring dan daring bertempat di Universitas Paramadina, Minggu (20/10/2022).

Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengkhawatirkan demokrasi. Hal ini juga terjadi di Korea Selatan, Amerika Serikat, ini hanya beberapa contoh akan tetapi hal ini terjadi di mana-mana.

Dengan demikian menurut Jung, emunduran demokrasi yang terjadi di mana-mana di dunia sejak tahun 2006 perlu diwaspadai. 

“Kemunduran demokrasi di Indonesia yang menjadi perhatian kita, bukan karena Islam-nya, bukan karena agama tertentu. Hal itu lebih dikarenakan politik dan agama memiliki dinamika tertentu. Ketika Anda memiliki orang yang beragama tertentu berbeda agama, hal itu diperlukan kebijakan,” sambungnya.

Menurut Jung Indonesia telah menorehkan prestasi luar biasa dalam sejarah dunia dengan memperkenalkan demokrasi sejauh ini.

“Saya masih ingat pada tahun 1998 orang-orang mengkhawatirkan disintegrasi Indonesia dengan konflik, konflik agama. Menghadapi berbagai tantangan dan persoalan, demokrasi di Indonesia secara rata-rata masih menunjukkan kemajuan,” paparnya.

Guru Besar Falsafah Universitas Paramadina, Abdul Hadi W.M menyoroti Humanisme di dalam Islam menurut pandangan orang Islam.

“Asas humanisme di dalam Islam bukan hanya tercermin dalam Alquran itu sendiri, tetapi juga dapat ditemukan dengan Hadis. Islam bukan hanya kompatibel terhadap demokrasi tetapi juga sangat sesuai. Agama akan bisa dipahami oleh orang yang benar-benar paham atau pakar,” katanya. 

Ia menyatakan bahwa dalam piagam Jakarta, dikatakan “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas”, tapi saat ini bangsa ini menjadi kacung saja, kacung Uni Soviet, kacung Rusia, kacung Amerika saja. Kemanusiaan atau humanisme dalam piagam Jakarta itu religius dan memiliki ajaran agama.

“Inti dari sebuah demokrasi adalah kejujuran dan keikhlasan, kalau tidak ada kejujuran dan keikhlasan maka tidak akan ada keadilan dan kesamaan maka tidak ada demokrasi,” imbuhnya.

Tantangan besar dalam demokrasi

Dalam kesempatan yang sama Sunaryo menjawab pertanyaan apakah Islam kompatibel dengan demokrasi?

“Kita bisa merujuk pada Prof. Nurcholish Madjid di mana beliau meyakinkan kita bahwa seorang muslim adalah demokrasi, being a muslim is being a democrat.”

Senada dengan Jung, Ia menyatakan bahwa ada tantangan besar dalam demokrasi untuk sebagian besar negara Islam di dunia, yakni demokrasi belum bisa diterima, namun hal ini juga bukan hanya berlaku di Islam saja, tapi berlaku universal di semua ras, agama.

Sunaryo memaparkan bahwa Indonesia memiliki modal yang sangat besar untuk menjadi negara demokrasi, proses pembangunan negara ini juga tidak berbasis pada kepentingan kelompok tertentu, tapi hal-hal tersebut didiskusikan.

“Pada piagam Jakarta juga sempat ada poin yang mengatakan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya yang kemudian diprotes dan diminta untuk didiskusikan kembali karena dianggap tidak tetap mewakili satu kelompok tertentu saja, yang dijadikan sebagai hukum dasar. Yang kemudian diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.” Ujarnya.