Lebih dari lima juta orang meninggal setiap tahun secara global karena kondisi suhu ekstrem, demikian temuan sebuah studi selama 20 tahun.
BARISAN.CO – Setidaknya, 60 orang tewas akibat cuaca dingin mematikan di seluruh Amerika Serikat selama akhir pekan Natal. Kematian terbanyak terjadi di New York bagian barat, di mana 38 orang tewas, pejabat setempat mengumumkan pada Rabu (28/12/2022).
Sementara, di waktu hampir bersamaan, hujan salju lebat di Jepang utara dan bagian lain negara itu telah menewaskan sedikitnya 17 orang dan melukai lebih dari 90 lainnya.
Seorang pejabat Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Jepang mengatakan, seorang wanita berusia 70-an meninggal setelah terkubur di bawah salju yang jatuh dari atap di kota Nagai, prefektur Yamagata, tempat salju menumpuk lebih dari 80 sentimeter (2,6 kaki) pada hari Sabtu (24/12/2022).
Beberapa bagian Jepang, terutama di sepanjang pantai barat, telah dilanda salju lebat karena musim dingin yang kuat, kata pejabat cuaca. Ini membuat kendaraan terdampar di jalan raya dan menunda layanan pengiriman sejak pertengahan Desember.
Banyak dari mereka jatuh saat memindahkan salju dari atap atau terkubur di bawah tumpukan salju tebal yang meluncur dari atap.
Cuaca Dingin Lebih Mematikan
Cuaca sejuk adalah cuaca yang dianjurkan oleh dokter untuk kesehatan. Mengutip Study Finds, sebuah penelitian menemukan, ada lebih banyak kematian kardiovaskular pada hari-hari ketika suhu berada pada titik tertinggi atau terendah diantara orang yang memiliki penyakit kardiovaskular. Itu termasuk penyakit jantung ikkemik, stroke, gagal jantung, dan aritmia. Orang dengan gagal jantung mengalami kematian paling banyak selama suhu ekstrem.
Sementara, suhu ekstrem diprediksi akan sering terjadi di tahun-tahun mendatang akibat perubahan ekstrem. Mengingat hal itu, para peneliti menyampaikan, lebih banyak pekerjaan yang diperlukan untuk memeriksa dan mengembangkan cara baru untuk meminimalisir dampak suhu ekstrem pada penyakit kardiovaskular dan kematian terkait.
Namun begitu, cuaca dingin disebut-sebut membunuh 20 kali lebih banyak orang daripada cuaca panas, menurut sebuah studi internasional yang menganalisis lebih dari 74 juta kematian di 384 lokasi di 13 negara. Temuan The Lancet ini juga mengungkapkan, kematian akibat cuaca panas atau dingin secara substansial melebihi kematian karena gelombang panas atau musim dingin ekstrem.
Lebih dari lima juta orang meninggal setiap tahun secara global karena kondisi suhu ekstrem, demikian temuan sebuah studi selama 20 tahun.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet Planetary Health mempelajari perubahan suhu optimal untuk orang yang tinggal di berbagai daerah. Studi tersebut menemukan bahwa 9,4 persen kematian global setiap tahun disebabkan oleh paparan panas atau dingin.
Ini setara dengan 74 kematian tambahan per 100.000 orang. Peneliti menganalisis data kematian dan cuaca dari 750 lokasi di 43 negara antara tahun 2000 dan 2019. Menurut penelitian tersebut, rata-rata suhu harian di lokasi tersebut meningkat sebesar 0,26 derajat Celcius per dekade.
Tingkat kematian terkait panas tertinggi ada di Eropa timur sementara Afrika sub-Sahara memiliki tingkat kematian tertinggi terkait suhu dingin. Studi ini menemukan lebih banyak orang meninggal karena kedinginan daripada panas selama periode dua dekade. Tapi, kematian terkait panas meningkat, sementara kematian terkait dingin menurun.
Meski, populasi beradaptasi dengan baik dengan iklim tempat mereka tinggal, kemungkinan akan terganggu karena perubahan iklim, kata studi tersebut. Studi ini juga menyarankan, teknik mitigasi seperti insulasi perumahan yang lebih baik dan lebih banyak AC bertenaga surya untuk beradaptasi dengan kondisi baru.