BARISAN.CO – Konsep childfree atau keinginan untuk tidak memiliki anak kini menjadi pembahasan banyak pihak. Antara pendukung childfree dan pendukung punya anak pun memantik perdebatan tiada ujung.
Childfree adalah istilah baru yang sedang marak-maraknya. Istilah yang merujuk pada orang atau pasangan yang memilih untuk tidak mempunyai keturunan. Gampangnya, childfree merupakan pilihan dalam keluarga untuk tidak memiliki anak.
Sesuai namanya, konsep ini diputuskan pasangan untuk tidak memiliki anak dalam pernikahan mereka. Setiap pasangan tentu memiliki alasan tertentu ketika tak ingin memiliki anak dalam hubungan pernikahan mereka.
Tak ada benar atau salah. Namun yang pasti keputusan untuk tak punya anak harus menjadi keputusan bersama pasangan.
Sejarah Childfree
Menelusuri sejarah, sebagai konsep childfree adalah usaha yang menantang. Sebab keputusan untuk tidak memiliki anak selalu ada seiring sejarah manusia itu sendiri. Banyak keluarga yang memang punya keputusan demikian, dan tidak tercatat dalam sejarah.
BBC.com menelisik istilah child-free berjejak pada 1900-an, tapi baru populer pada dekade 1970-an setelah kemunculan kaum feminis yang mulai bersikap terang-terangan tidak ingin memiliki anak.
Kata ‘free’ atau bebas mengandung kebebasan dan terlepas dari kewajiban untuk mengasuh anak yang dirasakan oleh para perempuan yang menganut konsep child-free. Ini muncul karena para feminis melihat konsep dominan tentang memiliki anak justru menindas kemungkinan pilihan lain.
Di Indonesia pada kurun waktu tersebut ada filosofi “Banyak Anak Banyak Rezeki”. Jelas, filosofi ini bertentangan dengan konsep childfree.
Beranjak dari sinilah tak heran kalau pada masa dahulu banyak orang tua memiliki anak lebih dari 10. Perlahan, pandangan ini pun terus mengakar di kehidupan keseharian masyarakat Indonesia sampai Indonesia merdeka tahun 1945 yang mengandalkan agraris sebagai mata pencaharian utama.
Barulah mulai mengalami penurunan ketika alat kontrasepsi diperkenalkan dan terjadi perubahan pola dari agraris ke industri sejak tahun 1960-an.
Alasan Memilih Childfree
Ada banyak alasan kenapa dalam keluarga menolak untuk memiliki anak.
- Kurangnya keinginan untuk menjadi orang tua.
Mereka matang dalam urusan rumah tangga, namun belum siap dengan hadirnya buah hati.
Pada umumnya merasa tidak yakin akan kemampuannya dalam merawat maupun mengasuh anak. Sehingga hal tersebut pun menjadi suatu kekhawatiran bagi pasangan.
- Keinginan mengembangkan diri, karir atau pula jabatan.
Dalam keluarga jika memiliki anak akan disibukkan dengan buah hati. Peran perempuan yang bertugas menyusui, mengasuh dan hamil adalah rentetan program yang akan menghambat proses melejitnya karir dan akan menghambat pekerjaan. Kesehariannya akan ‘sibuk’ dengan buah hati.
- Isu maupun masalah lingkungan.
Beberapa pasangan atau perempuan yang memutuskan untuk childfree, menilai bahwa populasi penduduk di bumi semakin meningkat.
Akan tetapi, populasi yang meningkat tersebut tidak sejalan dengan kesehatan bumi serta ketersediaan pangan. Sehingga, childfree pun akhirnya dipilih sebagai salah satu langkah yang dapat ditempuh.
Tanggapan Pemerintah
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ikut menyoroti fenomena childfree. Mengutipdari detik.com, Indonesia sebenarnya masih jauh dari imbas penurunan populasi karena warganya ogah memiliki anak, atau yang kini marak disebut sebagai resesi seks.
Namun jika suatu hari childfree benar-benar sampai berimbas, dampaknya akan merembet pada ancaman demografi dan pertumbuhan ekonomi negara.
“Kalau orang tua jumlahnya banyak, kalau yang muda tidak banyak, ini terjadi krisis. Apalagi yang muda tidak produktif, yang tua banyak, sementara yang tua rata-rata pendidikannya 8,3 tahun,” ungkap Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo. [rif]