Polusi plastik laut, apakah berpengaruh pada kualitas air minum?
BARISAN.CO – Belum lama ini, sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal PLOS mengungkapkan, lebih dari 170 triliun partikel plastik mengapung di lautan. Penelitian yang dilakukan oleh 5 Gyres Institute tersebut mencatat, peningkatan pesat polusi plastik terjadi karena industri plastik gagal mendaur ulang atau merancang daur ulang.
Di lautan, sampah plastik melukai dan membunuh ikan, burung laut, dan mamalia laut. Polusi plastik laut telah memengaruhi setidaknya 267 spesies di seluruh dunia, termasuk 86% semua spesies penyu. Akibatnya, spesies tersebut mengalami kematian karena menelan, kelaparan, mati lemas, infeksi, tenggelam, dan belitan.
Lalu, apakah polusi plastik di laut memengaruhi manusia, khususnya untuk konsumsi air minum?
Sekretaris Badan Pengawas PAM Jaya, Yanto Ph.D berpendapat, pengaruhnya tidak secara langsung karena sumber air baku air minum bukan air laut.
Air baku air minum yang dominan, menurutnya adalah air dari waduk, sungai, embung dan air tanah.
“Yang perlu diwaspadai itu bahan ikutan yang dibawa oleh plastik-plastik tersebut, misal plastik wadah minyak atau bahan kimia yang berbahaya bagi manusia. Jika bahan tersebut sempat meresap ke dalam tanah, maka akan mencemari tanah dan ini akan berbahaya bagi masyarakat yang mengonsumsi air minum dengan air baku dari air tanah,” katanya pada Selasa (14/3/2023).
Dia menilai, hal ini terjadi akibat pengendalian kualitas air tanah yang diambil langsung melalui sumur tidak dilakukan.
“Berbeda dengan air minum yang diperoleh melalui air perpipaan yang telah diolah dan dikontrol kualitasnya secara periodik. Oleh karena itu, sangat disarankan agar masyarakat, terutama yang tinggal di perkotaan untuk beralih ke air perpipaan,” tambahnya.
Namun, Kepulauan Seribu mengandalkan air laut sebagai bahan baku penyediaan air bersih melalui IPA SWRO (Instalasi Pengelolaan Air Minum Sea Water Reverse Osmosis).
Yanto meyampaikan, setelah disuling bukan lagi air laut dan keamanannya pun terjamin karena telah melalui uji lab.
Untuk mengurangi masalah akibat sampah plastik, Yanto menyarankan, agar masyarakat menggunakan tas belanja berbahan non plastik, tidak rutin mengonsumsi air minum dalam kemasan, dan pemerintah wajib meningkatkan kualitas layanan air perpipaan sehingga air dapat diminum langsung dari keran.
Di beberapa daerah di Indonesia, masih ada masyarakat yang membeli air tangki. Yanto mencontohkan, di PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Tugu Tirta Malang sudah menerapkan Zona Air Minum Prima, di mana air bisa diminum langsung dari keran.
Yanto menyebut, apa yang dilakukan PDAM Tugu Tirta Malang, secara teknis juga bisa diterapkan di Jakarta.
Tantangan saat ini di Jakarta, kata Yanto adalah peningkatan cakupan layanan hingga 100 persen.
“Saya sudah mendorong direksi untuk membuat satu pilot project air siap minum di keran. Setahu saya, tahun ini sudah masuk dalam perencanaan kegiatan,” jelasnya.
Lalu, bagaimana nasib air minum kemasan jika air siap minum di keran terwujud? Apakah akan hilang ataukah bertahan?
“Air minum masih tetap punya market, misal orang yang sedang dalam perjalanan. Jadi, tidak akan hilang begitu saja,” pungkasnya.