Scroll untuk baca artikel
Gaya Hidup

Sudah Sepatutnya, Perusahaan Sediakan Tempat Penitipan Anak

Redaksi
×

Sudah Sepatutnya, Perusahaan Sediakan Tempat Penitipan Anak

Sebarkan artikel ini

Meski biaya operasionalnya terbilang mahal, namun keuntungan yang didapatkan perusahaan akan sepadan.

BARISAN.CO – Dua bulan lalu, seorang kawan harus kembali ke kantor setelah masa cuti melahirkannya habis. Dia bertanya, apakah ada info lowongan kerja. Sontak saya pun tanya balik, “Bukankah kamu masih ada kontrak kerja? Kenapa sudah cari kerja lain?”

Dia dilema, mau kerja, berat dengan anak. Tapi, kalau tidak kerja, dia menyadari biaya hidup mahal. Meski, suaminya juga bekerja, namun kawan saya mengakui, jika harus sewa ART (Asisten Rumah Tangga) pun akan menambah biaya.

Bahkan, menurut penuturannya, di kantornya banyak fasilitas karyawan yang sudah dicabut, yang awalnya bisa mengurangi biaya karyawan, seperti makan siang.

Namun, dilema itu bukan hanya dirasakan oleh kawan saya. Laporan KemenPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) “Profil Perempuan Indonesia 2022” menyebutkan, kebanyakan kegiatan perempuan usia 15 tahun ke atas adalah bekerja (50,08%) dan mengurus rumah tangga (35,52%). Sementara, rerata upah perempuan yang bekerja sebagai karyawan/buruh berstatus kawin adalah Rp 2.439.264. Sedangkan, rata-rata upah laki-laki yang bekerja sebagai karyawan/buruh berstatus kawin di tahun yang sama ialah Rp3.233.125.

Melihat data tersebut, ketimpangan upah antara perempuan dan laki-laki yang berstatus kawin tentu tampak mencolok. Sedangkan, Indonesia belum memprioritaskan tunjangan penitipan anak seperti AS. Di sana terdapat tujuh tunjangan pengasuhan anak bagi karyawan, termasuk subsidi penitipan anak, jadwal karyawan yang fleksibel, dan tempat penitipan anak yang disediakan perusahaan.

Masalah pengasuhan anak seharusnya menjadi masalah bisnis bukan hanya karyawan. Kenapa demikian? Karena bisnis yang menjadikan pengasuhan anak sebagai isu akan mendapatkan banyak manfaat.

Meski biayanya mahal terkait dengan pengoperasian fasilitas ini, namun sepadan dengan keuntungan yang didapatkan perusahaan apabila menyediakan tempat penitipan anak di tempat kerja, antara lain meningkatkan produktivitas karyawan, membantu mempertahankan dan menarik karyawan, menciptakan semangat kerja yang baik, dan menawarkan keamanan emosional bagi orang tua.

Jika memang perusahaan kurang mampu terkait biaya operasionalnya, maka ada alternatif lain yang dapat dilakukan. Misalnya, subsidi penitipan anak yang akan menghemat biaya bagi orang tua setiap tahunnya atau jadwal kerja yang fleksibel bag karyawan.

Padahal, sesuai dengan peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2015 telah menginstruksikan bagi perusahaan pemerintah dan swasta untuk menyediakan day care atau ruang bermain ramah anak yang bertujuan agar anak dapat bermain dan dekat dengan orangtuanya.

Namun, perusahaan saat ini seolah tidak menganggap hal itu penting. Bahkan, perusahaan tempat kawan saya berkerja saja bisa dikatakan bukan perusahaan kecil. Namun, melihat hal yang terjadi kepada kawan saya tersebut, maka pemerintah perlu tegas terhadap perusahaan yang menyeleweng dari aturan yang ditetapkan, termasuk penyediaan tempat penitipan anak ini.

Tanpa adanya tindakan tegas, maka perempuan lagi-lagi yang akan dikorbankan. Dikhawatirkan juga ibu yang bekerja akan resign dan memilih mengurus rumah tangga, sedangkan jika hanya ayah yang bekerja, biaya hidup keluarga tidak mencukupi.