Scroll untuk baca artikel
Kolom

Aksi Protes Warga Pati, Pajak, dan Tantangan Pendapatan Daerah 2025

×

Aksi Protes Warga Pati, Pajak, dan Tantangan Pendapatan Daerah 2025

Sebarkan artikel ini
Aksi Protes Warga Pati
Foto: Arif Khilwa

Aksi protes warga Pati terhadap kenaikan pajak menunjukkan tuntutan rakyat akan kebijakan fiskal yang adil, transparan, dan berpihak pada masyarakat.

KABUPATEN Pati diwarnai gelombang aksi protes warga. Pemicunya bukan hal sepele: kenaikan sejumlah tarif pajak dan retribusi daerah yang dianggap membebani masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi.

Spanduk, orasi, dan suara keluhan memenuhi ruang publik, baik di jalanan maupun di media sosial. Bagi sebagian warga, kebijakan ini terasa seperti jarak yang makin melebar antara pemerintah daerah dan rakyat yang dipimpinnya.

Kekecewaan ini menguat ketika pemerintah daerah tetap mempertahankan kebijakan tersebut tanpa dialog publik yang memadai. Meski sudah membatalkan, namun sikap Bupati membuat warga Pati jengah karena arogansinya.

Jika dilihat dari sisi kebijakan fiskal, kenaikan pajak ini memang memiliki latar belakang: kebutuhan pemerintah daerah untuk memenuhi target pendapatan sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Renja) 2025.

Berdasarkan dokumen Renja yang telah ditetapkan, pendapatan daerah Kabupaten Pati pada tahun 2025 ditargetkan sebesar Rp 2,87 triliun, yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Transfer dari pusat, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Dari jumlah tersebut, PAD berkontribusi signifikan dan salah satu komponen terbesarnya adalah pajak daerah. Artinya, bagi Pemkab Pati, pajak bukan sekadar sumber penerimaan, tetapi tulang punggung kemandirian fiskal daerah.

Namun, di sinilah letak masalahnya. Ketika pemerintah menetapkan target PAD yang ambisius tanpa mempertimbangkan daya beli dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat, risiko terbesarnya adalah munculnya resistensi publik.

Kenaikan tarif pajak dan retribusi yang dirasakan memberatkan warga akan memunculkan penolakan, bahkan berpotensi menggerus legitimasi pemerintah daerah.

Kekuatan fiskal memang penting, tetapi tanpa legitimasi sosial, angka-angka dalam dokumen perencanaan hanyalah deretan target yang sulit tercapai.

Berdasarkan Renja 2025, sektor-sektor pajak yang menjadi penopang utama PAD Pati meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak mineral bukan logam dan batuan, serta pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2).

Dalam catatan, beberapa sektor seperti pajak penerangan jalan dan PBB-P2 kerap menjadi sorotan warga karena sifatnya yang memengaruhi hampir seluruh lapisan masyarakat.

Ketika tarif pajak ini dinaikkan tanpa sosialisasi yang memadai, publik cenderung melihatnya sebagai tindakan sepihak.

Di sisi lain, dalam perspektif transformasi digital, pengelolaan pajak di Pati masih menghadapi tantangan besar pada aspek transparansi dan kemudahan layanan.