BARISAN.CO – Belum lama ini, publik dikejutkan dengan kasus mafia tanah. Tak tanggung-tanggung, korbannya ialah ibunda mantan wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal. Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sendiri mencatat setidaknya terdapat 130 kasus mafia tanah yang diterima mulai tahun 2018 hingga tahun 2021 yang terdiri dari sengketa maupun konflik pertanahan.
Pakar hukum Andi W. Syahputra pun membagikan pengalamannya soal mengurus seorang klien yang punya masalah rumah di Pondok Indah yang sertifikatnya telah beralih kepada sebuah perusahaan sekuritas. Menurut Andi, praktik peralihan tersebut dilakukan oleh mafia tanah bermula dari kegiatan pinjam meminjam uang.
Dari kasus tersebut, Andi pun membagikan beberapa tips untuk menghindari praktik mafia tanah yang mengincar rumah-rumah di kawasan elit Jakarta.
“Pertama, hindari pinjam meminjam uang lewat tawaran dari oknum atau bahkan kenalan sekalipun. Karena modus yang lazim dipraktikan, oknum yang meminjamkan uang akan meminta kepada pemilik tanah agar dibuatkan surat kuasa jual. Tatkala peminjam uang tak mampu membayar hutangnya, maka oknum ini akan langsung menjual kepada seseorang yang notabene adalah masih dalam jaringan mereka. Saat sertifikat itu dijual, pembeli akan segera mengurus proses balik nama kepemilikan tanah lewat kantor notaris yang notabene juga masih dalam jaringan mereka,” kata Andi.
Tips yang kedua kata Andi ialah masyarakat harus lebih selektif dalam menggunakan jasa notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT) diantaranya dengan mempertimbangkan reputasi notaris yang akan ditunjuk mengurus.
Ketiga, masyarakat diminta untuk selalu aktif mengawal proses peralihan sertifikat tanah ke tangan pihak lain. Umpamanya, diawali dengan membuat BAST (Berita Acara Serah Terima, red-) Penyerahan Sertifikat di depan notaris yang kita kenal. Penunjukan firma notaris jangan atas rekomendasi mereka.
Keempat, selalu melakukan up-date ke kantor BPN setempat dengan terlebih dahulu menyerahkan copy BAST tersebut. Sehingga pejabat BPN akan tahu riwayat tanah yang sesuai dalam buku tanah.
Andi juga menyampaikan jika mafia tanah lazim melakukan praktiknya dengan beberapa modus operandi yang patut diwaspadai.
“Pertama, menjual objek tanah dengan merekomendasikan kantor notaris atau PPAT tertentu yang menjadi jaringan mereka. Dan kedua, selang beberapa lama kemudian, akan ada pihak lain yang menggugat SHM (Sertifikat Hak Milik -red) tanah yang dibeli dengan dalih SHM tersebut aspal. Tindak lanjutnya mereka akan memohon pembatalan SHM tersebut kepada BPN lewat gugatan Pengadilan terkait kepemilikan SHM aspal tersebut,” tutur Andi.
Jika ada masyarakat yang terjerat kasus penipuan mafia tanah, Andi menyarankan untuk segera membuat laporan penipuan kepada polisi serta membuat surat permohonan pemblokiran SHM ke kantor BPN setempat. []