Scroll untuk baca artikel
Blog

Abu Bakar Ba’asyir, Ustaz Berjanggut Perak yang Diburu Sejak Orde Baru

Redaksi
×

Abu Bakar Ba’asyir, Ustaz Berjanggut Perak yang Diburu Sejak Orde Baru

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Abu Bakar Ba’asyir, setelah mendekam di dalam penjara hingga jompo, dinyatakan bebas murni pada hari Jumat, 8 Januari 2021.

Ia telah menjalani 2/3 masa hukumannya dari putusan 15 tahun penjara pada 2011 terkait kasus terorisme di Indonesia.

Di hari kebebasannya, Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, tersebut terlihat didampingi keluarga dan pengacara saat keluar dari depan pintu gerbang Lapas.

Nama Ba’asyir memang lekat dengan terorisme. Bukan hanya sekali. Terhitung sejak mendirikan Pesantren Ngruki, tahun 1972, Ba’asyir telah resisten menjadi target perburuan terkait isu tersebut.

Berikut kronologis perjalanan ustaz kelahiran Jombang, 17 Agustus 1938, semenjak mendirikan pesantren, terlibat dalam aktivitas terorisme, hingga dibebaskan pada tahun 2021. Dirangkum dari berbagai sumber.

1972

Abu Bakar Ba’asyir rutin mengisi pengajian lepas zuhur di Masjid Agung Surakarta. Pada saat itu, jamaah yang mendengarkan ceramahnya rata-rata adalah pedagang Pasar Klewer. Seiring sambutan yang diterima ustaz Ba’asyir, dan didukung oleh beberapa ustaz kondang di Solo lainnya—Abdullah Sungkar, Abdul Kohar, Yulio Rasnadi Hasan Basri, dan Abdullah Baraja—didirikanlah Pesantren Al-Mukmin Ngruki.

1972-1977

Menurut catatan Tempo, Abu Bakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar, lewat siaran radio, aktif berceramah sembari menguarkan permusuhan kepada rezim Orde Baru. Di satu siaran ceramahnya Ba’asyir pernah dengan keras berkata. “Kita rakyat Indonesia ini seperti sedang naik bus AC. Suasananya dingin dan enak, tapi jurusan yang hendak dituju adalah neraka. Mau tahu sopirnya? Soeharto!”

1978

Masih menurut Tempo, Abu Bakar Ba’asyir ditangkap bersama Abdullah Sungkar. Mereka dikenai pasal karet subversi, yakni merongrong ideologi Pancasila, menggulingkan kekuasaan negara, dan menyebarkan rasa permusuhan. Dalam pengadilan tingkat pertama, mereka dihukum 4 tahun. Selama itu Ba’asyir dan Sungkar ditahan di penjara yang berpindah-pindah.

1985

Ketika kasusnya masuk kasasi, Abu Bakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar dikenai tahanan rumah. Di tingkat kasasi ini, mereka berdua telah mendengar info bocor bahwa akan dijatuhi hukuman 9 tahun. Di situlah kemudian mereka memutuskan untuk melarikan diri ke Malaysia.

1985-1999

Aktivitas Ba’asyir di Singapura dan Malaysia ialah “menyampaikan Islam kepada masyarakat Islam berdasarkan Al Quran dan Hadits”, yang dilakukan sebulan sekali dalam sebuah forum.

1999

Pasca Soeharto lengser, Ba’asyir pulang ke Ngruki dan terlibat mengorganisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Mengetahui kepulangannya, pengadilan Surakarta berniat menuntaskan sisa hukumannya yang tertunda. Tapi kemudian Presiden Abdurrahman Wahid memberi amnesti kepada sejumlah tahanan politik termasuk Ba’asyir.

18 Oktober 2002

Ba’asyir ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian RI. Ia diduga terlibat dalam sejumlah kasus pengeboman, sekaligus rencana pembunuhan terhadap Presiden Megawati Soekarnoputri.

2 September 2003

Abu Bakar Ba’asyir divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia terbukti melanggar Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Lewat aktivitasnya di Jamaah Islamiyah, Ia juga divonis turut serta melakukan makar sesuai dengan Pasal 107 ayat 1 juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Namun, vonis yang jatuh kepadanya jauh lebih rendah dari keinginan jaksa yang menuntutnya 15 tahun.

10 November 2003

Pengadilan tinggi menurunkan hukuman menjadi 3 tahun penjara. Keterlibatan Ba’asyir dalam aksi makar tidak terbukti. Ia hanya melanggar keimigrasian.

3 Maret 2004

Mahkamah Agung menurunkan lagi hukuman Ba’asyir menjadi 1,5 tahun penjara.