Sementara mantan Pimpinan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyebut Ade Armando itu sangat unik. Ade Armando itu korban sekaligus pelaku kekerasan. Kok bisa?
Dalam perspektif HAM, ternyata ada juga yang disebut kekerasan verbal. Selama ini Ade Armando dituding Pigai termasuk pelaku kekerasan verbal kepada kelompok muslim tertentu dan juga kepada oposisi pemerintah.
Kembali kepada kasus Will Smith dan Ade Armando, keduanya sangat berperan atas rusaknya sebuah agenda besar dan substansi sebuah acara. Publik yang seharusnya fokus pada pencapaian prestasi para pemenang Oscar malah sepi dari pemberitaan. Publik tersita oleh aksi Will Smith di panggung.
Pantas panitia Academy Awards memberikan hukuman paling berat kepada Will Smith dengan mengharamkannya mengikuti semua kegiatan terkait Oscar selama 10 tahun. Sangat berat. Bahkan sebelumnya sempat beredar wacana untuk mencabut Oscar dari tangannya sebagai aktor utama terbaik dalam film King Richard.
Begitu juga kasus Ade Armando telah menenggelamkan aksi damai mahasiswa yang mengajukan 18 tuntutan kepada pemerintah. Di antaranya soal wacana penundaan pemilu dan masa perpanjangan jabatan presiden tiga periode.
Untung saja momentum aksi mahasiswa itu tidak tenggelam berkat aksi mahasiswa UI sehari kemudian yang menghadang Menteri Luhut Binsar Pandjaitan di Kampus UI Depok.
Mahasiswa menagih Big Data milik Luhut. Tapi Luhut tak mau menyerahkan Big Data koleksinya. Big Data yang menjadi alasan Luhut mengkampanyekan masa jabatan presiden diperpanjang.
Ya, Will Smith meminta maaf dan menyesal atas aksi kekerasannya. Namun berbeda dengan Ade Armando. Justru pelaku kekerasan verbal itu malah kembali bersuara lantang, “Jangan kalian pikir saya takut, saya justru akan semakin gila setelah ini.”