Gelombang panas yang terjadi di India dan Pakistan menyebabkan kekurangan listrik dan air. Bahkan, Menteri Iklim Pakistan menyebut, gletser di utara negaranya yang mencair bisa membuat ribuan orang berisiko terperangkap banjir.
BARISAN.CO – Pada Juni 2021, beberapa kota di negara bagian Amerika Serikat, Oregon dan Washington menoreh rekor shu baru di atas 40 derajat Celcius. Begitu juga dengan desa Lytton di Kanada, suhunya mencapai 49,6 derajat Celcius. Tak lama setelahnya, desa itu, sebagian besarnya hancur akibat kebakaran hutan.
Suhu yang sangat tinggi menyebabkan lonjakan kematian mendadak dan peningkatan tajam dalam kunjungan rumah sakit. Gelombang panas adalah salah satu bahaya alam paling mematikan, memengaruhi populasi yang tidak terbiasa dan tidak siap menghadapinya. Selain kematian, dampak lain dari gelombang panas ekstrem itu ialah kesehatan masyarakat yang tidak akan diketahui selama beberapa bulan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, antara tahun 1998 hingga 2017, terdapat lebih dari 166.000 orang meninggal dunia akibat suhu ekstrem. Oleh karenanya, IPCC sendiri telah sejak lama mengingatkan, perlunya membatasi kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius untuk mencegah bencana kesehatan dan kematian terkait perubahan iklim.
Perubahan iklim juga mendorong sekitar 100 juta orang ke dalam jurang kemiskinan setiap tahunnya karena tidak memiliki asuransi dan tekanan kesehatan. Lebh dari 930 juta orang atau 12 persen populasi dunia menghabiskan setidaknya 10 persen anggaran rumah tangga untuk membayar perawatan kesehatan.
Dinyatakan sebagai gelombang panas ketika suhu maksimum lebih dari 40 derajat Celcius atau setidaknya 4,5 derajat Celcius.
Kini, dunia belahan lain juga mengalami gelombang panas. Mengutip Guardian, gelombang panas telah memperburuk kekurangan energi besar-besaran di seluruh India dan Pakistan. Di Turbat, Pakistan, kota dengan penduduk sekitar 200.000 jiwa hampir tidak menerima listrik hingga 9 jam.
Penduduk di Turbat, Nazeer Ahmad mengatakan, selama berminggu-minggu, suhu di sana mencapai hampir 50 derajat Celcius. Penduduk setempat tidak dapat bekerja, kecuali pada jam malam hari dengan udara sangat dingin dan menghadapi kekurangan air serta listrik yang kritis.
Menurut Nazeer, suhu terpanas terjadi apda bulan Mei, tercatat mencapai 54 derajat Celcius.
“Kami hidup di neraka,” kata Nazeer.
Sedangkan di India, hasil dar tanaman gandum turun hingga 50 persen karena suhu ekstrem. Patani di sana mengisahkan, pohon apel awalnya mekar lebih awal, namun mendadak mati karena panas dan membunuh seluruh tanamannya.
Menteri iklim Pakistan, Sherry Rehman menyamapaikan, negaranya menghadapi krisis eksistensial yang dirasakan dari utara hingga selatan negara itu.
“Gelombang panas menyebabkan gletser di utara Pakistan mencair pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ribuan orang berisiko terperangkap semburan banjir,” kata Sherry.
Dia menambahkan, suhu ekstrem itu juga menyebabkan tempat penampungan air di Pakistan mengering.
“Saat ini berndungan besar kami sudah mati dan sumber air langka,” tambah Sherry.
Dia memperingatkan, gelombang panas akan selalu ada apabila para pemimpin global tidak mulai bertindak.
Dalam sebuah pernyataan, Organisasi Meteorologi Dunia menyebut, suhu di India dan Pakistan seperti yang sudah dibayangkan akibat perubahan iklim.
“Gelombang panas lebih sering dan lebih intens. Dan, mulai lebih awal daripada yang terjadi di masa lalu,” ujar organisasi itu. [rif]