Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Aktivis Lingkungan Desak Unilever Hentikan Produksi dan Konsumsi Kemasan Sachet

Redaksi
×

Aktivis Lingkungan Desak Unilever Hentikan Produksi dan Konsumsi Kemasan Sachet

Sebarkan artikel ini

Dia melanjutkan, dirinya tidak kaget jika Unilever dengan bangga memamerkan daur ulang bahan kimia dan RDF di pabrik semen yang merupakan solusi palsu dalam rencana keberlanjutannya.

Sementara sachet ada di seluruh dunia, mereka justru meledak di negara berkembang di Asia karena taktik komersial agresif dari perusahaan raksasa yang menggunakan sachet sebagai bahan bakar ekonomi produk murah.

Meski demikian, Unilever terus mempromosikan sachet di Asia Tenggara dan India, dengan menggambarkan model bisnis ini sebagai “pro-masyarakat menengah ke bawah”. Lebih buruk lagi, saat ini Unilever mempertahankan fokus pada penanganan di akhir yang sangat berpolusi seperti insinerator dua tahap di pabrik semen dan teknologi daur ulang bahan kimia CreaSolv.

“Studi kami dengan Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) tahun lalu menunjukkan bahwa daur ulang kimia di Indonesia yang dipromosikan oleh Unilever tidak berhasil, kemasan sachet mereka tidak dapat didaur ulang secara berkelanjutan dan aman. Mereka juga harus berhenti mengirimkan sampah sachet mereka ke RDF (refuse-derived fuel) karena teknologi ini juga mencemari saluran air dan kualitas udara, serta dapat memperburuk perubahan iklim,” ujar Koordinator AZWI, Rahyang Nusantara.

Mengutip Packaging Insights, GAIA menolak klaim Unilever yang menyebut, masalah penyebab polusi dan kerusakan pada kesehatan manusia adalah kurangnya infrastruktur pengumpulan dan daur ulang yang efektif.

GAIA juga menyampaikan, perusahaan seperti Unilever baik secara fisik dan psikologis mengkooptasi budaya untuk mendorong kemasan plastik sekali pakai di seluruh pasar.

Unilever bertujuan mengurangi separuh penggunaan plastik pada tahun 2025, namun sebuah laporan Reuters menemukan, perusahaan seperti Unilever bekerja sama dengan perusahaan semen besar untuk menggunakan sebagai limbah menjadi energi. Akan tetapi, ktitikus menilai, praktik itu berbahaya karena membenarkan produksi plastik massal yang berkelanjutan.

“Unilever mengecualikan langkah tertinggi dan terpenting dalam hierarki limbah, yaitu pengurangan,” papar Claire Arkin, pemimpin global untuk Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA).

Claire menyatakan, sumber daya di fasilitas daur ulang canggih seharusnya digunakan untuk memperluas upaya pengisian ulang dan pengurangan.

“Bayangkan jumlah sachet yang dapat dihindari secara permanen seandainya Unilever berinvestasi lebih banyak dalam program percontohan isi ulang untuk masyarakat berpenghasilan rendah di seluruh Indonesia? Jika Unilever dapat membuat program pengumpulan CreaSolv yang mencakup beberapa kota di Indonesia, mengapa hal yang sama tidak dilakukan di stasiun ulang?” tegasnya.