BARISAN.CO – Dalam beberapa tahun terakhir, bermunculan sejumlah bank digital hasil dari transfomasi bank kecil. Dimulai pada 2016 lalu, muncul Jenius sebagai pionir bank digital. Kemudian, semakin fenomenal dengan kehadiran PT Bank Jago Tbk dan PT Allo Bank Indonesa Tbk yang datang dengan ekosistem digitalnya. Keduanya sama-sama hasil transformasi bank kecil, Bank Jago dari Bank Artos dan Allo Bank dari Bank Harda Griya.
Diperkirakan tren ini masih akan berlangsung hingga akhir tahun 2022 nanti. Sejalan dengan aturan regulator, POJK No.12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum yang mewajibkan setiap bank umum untuk mengumpulkan modal intinya minimal Rp3 triliun di akhir Desember 2022.
Karena itulah, sejumlah bank kecil dibeli untuk kemudian ditransformasikan menjadi bank digital.
Memang, kesulitan untuk memenuhi modal inti minimum menghadapkan bank-bank kecil itu pada pilihan realistis, merger atau diakuisisi bank yang lebih besar. Selain itu, mengapa kemudian bank kecil dilirik untuk ditransformasikan menjadi bank digital dikarenakan sudah eksis menjadi bank dan memiliki model bisnis yang berpotensi untuk dikembangkan.
Bank Artos Cikal Bakal Bank Jago
Uniknya, Bank Jago justru mempunyai alasan lain mengapa memilih membeli Bank Artos. “Kami pilih (Bank Artos) pada waktu itu adalah karena memenuhi syarat,” terang Komisaris Utama Bank Jago, Jerry Ng, dikutip dari webinar Katadata (23/03/2021). Waktu itu, pada 2019, sebelum diakuisisi oleh Bank Jago, Bank Artos hanya memiliki tujuh cabang, dan juga tidak memiliki teknologi.
Menurut Jerry, lebih mudah membangun awal, karena membangun di atas teknologi yang sudah ada itu jauh lebih susah daripada kalau memulai dari nol. “Istilahnya, lebih mudah membangun rumah baru daripada merenovasi,” imbuh Jerry.
Itulah sebabnya, dengan kondisi Bank Artos saat itu, memilihnya untuk ditransformasikan menjadi Bank Jago adalah keputusan yang strategis menurut Jerry. Ditambah lagi, sumber daya manusia yang dimiliki Bank Artos juga sedikit, sehingga sesuai dengan komitmennya untuk tidak memberhentikan karyawan.
Selain itu, walaupun hanya bank kecil tapi rasio kredit macet Bank Artos tidak besar. “Kami tidak ada masalah non performing loan (NPL),” kata Jerry. Sehingga, mengakuisisi Bank Artos tidak banyak beban pekerjaan rumah sebelumnya yang harus ia bereskan.
Muncul di Momen yang Tepat
Resmi bertransformasi menjadi Bank Jago pada 2019 lalu, Bank Jago muncul pada momen yang tepat ketika dunia tengah terguncang akibat dilanda Pandemi Covid-19.
Mengutip data dari Inventure Indonesia (26/10/2020), layanan digital banking adalah yang paling sering digunakan di waktu pandemi. Berdasarkan jawaban responden, 43,6% lebih sering, 30,1% sama saja, dan 26,35 jarang.
Maka itu, ketika mayoritas perbankan tengah mengembangkan layanan aplikasi digital banking, Bank Jago justru hadir dengan kemajuan aplikasinya sebagai keunggulan bank digital. Untungnya, Bank Artos hanya memiliki sedikit kantor cabang sehingga tidak perlu repot-repot menutup kantor cabang. Sebagaimana tren bank-bank konvensional yang banyak menutup kantor cabangnya ketika pandemi.
“Saya pernah menutup 600 cabang dalam tiga bulan, itu bukan suatu hal yang mudah,” aku Jerry. [rif]