“Jadi aliran ini ada muridnya di Koto Sani dan murid ini tidak satu tingkatan tapi berbeda-beda guru. Yang paling senior (murid) ia mendapat dari gurunya di Jawa Tengah bukan yang di Padang,” katanya.
Saat mereka pulang kampung, karena merasa alirannya sama maka ia bergabung dengan aliran di Sumbar. Yang gurunya di Sumbar berpusat di Andalas Padang,” kata Elyunus.
Inti aliran yang diyakini oleh kelompok ini kata Elyunus, tidak mempercayai adanya Nabi Muhammad. “Mereka percaya Al Qur’an. Tapi tidak mempercayai Nabi Muhammad hanya mempercayai Nabi Ibrahim. Tapi puasa hanya sekedar menahan, naik haji diwaliki oleh guru, cukup ke Padang,” katanya.
Hal lain yang patut menjadi perhatian menurutnya soal keterlibatan oleh provinsi dalam menangani kasus tersebut. Karena menurutnya, permasalahan itu sudah seharusnya dibahas oleh tingkat provinsi.
“Karena aliran sudah berkembang di Padang tapi kini tidak kelihatan. Dulu sudah diketahui tapi tidak ditindaklanjuti,” ujarnya.
Sumber: Antaranews