Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Anak yang Terpapar Polusi Udara Berpotensi Kena Gangguan Jiwa di Usia 18 Tahun

Redaksi
×

Anak yang Terpapar Polusi Udara Berpotensi Kena Gangguan Jiwa di Usia 18 Tahun

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CODi tahun 2017, Indonesia menduduki posisi keempat penyumbang kematian terbesar akibat polusi. Riset yang dilakukan Global Alliance On Health And Pollution (GAHP) menunjukkan ada 232.974 jiwa kematian di tanah air akibat polusi, dan 123.700 jiwa di antaranya terbunuh akibat polusi udara.

GAHP menyebut polusi udara menjadi penyumbang 40 persen kematian di dunia dengan total 3,4 juta jiwa di seluruh dunia.

Baru-baru ini, konsultan risiko Versk Maplecroft melaporkan jika dari 100 kota yang menghadapi risiko lingkungan terbesar, 99 di antaranya berada di Asia dan Jakarta berada di urutan teratas dengan risiko polusi, banjir, serta pemanasan iklim.

Polusi udara yang terjadi di ibukota diakibatkan oleh pembangkit listrik bertenaga batu bara di sekitarnya. Kualitas udara yang buruk dapat menyebabkan penyakit asma, jantung koroner, stroke, paru-paru, serta penurunan angka harapan hidup.

Namun, bukan hanya itu saja, jurnal Duke University pada April lalu menemukan bahwa anak-anak yang terpapar polusi udara akan mengalami gangguan kejiwaan di usia 18 tahun.

“Semakin besar paparan seseorang terhadap nitrogen oksida di masa kanak-kanak dan remaja, semakin besar kemungkinan mereka menunjukkan (gejala gangguan kejiwaan) di mulai usia 18 tahun,” isi jurnal tersebut.

Tim peneliti menilai ada beberapa gejala gangguan kejiwaan disebabkan oleh polusi udara pada usia 18 tahun, antara lain: ketergantungan alkohol, ganja, atau rokok; gangguan attention deficit/ hiperaktif; depresi berat, gangguan kecemasan umum, PTSD, gangguan makan; serta gejala gangguan yang berkaitan dengan psikosis; gangguan perilaku, dan delusi atau halusinasi.

Penelitian tersebut mengidentifikasi bahwa pada dasarnya, sebagian besar bentuk utama dari penyakit mental berhubungan dengan campur tangan di seluruh masyarakat, kota, dan bahkan negara.

Sehingga, untuk mencegah penyakit mental dialami oleh anak-anak, pemerintah dan organisasi lingkungan perlu bekerja sama dalam memperbaiki kualitas udara di kota-kota yang tingkat polusinya cukup tinggi termasuk di Jakarta. Hal ini untuk memastikan bahwa masa depan anak-anak terlindungi termasuk kesehatan mentalnya. [dmr]