Indikatornya adalah sungai menjadi banjir di musim hujan dan kering di musim kemarau. Di daerah yang didominasi oleh lapisan kapur (karst) seperti Wonogiri di Jawa Tengah dan Gunungkidul di propinsi DIY, air hujan akan masuk ke dalam tanah dan tersimpan namun tidak muncul sebagai mata air yang mengalir ke sungai.
Hal yang sama terjadi di Pulau Moa Propinsi Maluku, dimana 1000-an ekor kerbau mati setiap tahun karena kekeringan.
Dengan kondisi tersebut, dibutuhkan infrastruktur yang dapat menjamin air hujan di musim penghujan dapat dimanfaatkan di musim kemarau, air yang tersimpan dalam akuifer dapat dinaikkan ke permukaan, air yang ada di mata air dapat dijangkau oleh mereka yang tinggal di daerah hilir.
Waduk, bendungan, embung, situ, bendung adalah infrastruktur yang dibutuhkan untuk menampung air di musim hujan. Saluran irigasi dan jaringan pipa dibutuhkan untuk membawa air dari tampungan ke lahan pertanian dan permukiman. Pompa dengan kapasitas besar dibutuhkan untuk mengangkat air dari akuifer ke permukaan.
Menurut UU No 17 Tahun 2019, kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air menjadi milik pemerintah. Termasuk di dalamnya adalah kewenangan dan tanggung jawab dalam menyediakan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya air.
Ketiadaan infrastruktur sumber daya air dan pengelolaan yang baik inilah yang selama ini menjadi faktor penyebab krisis air. Inilah akar masalah krisis air di Indonesia.
Perubahan iklim dan krisis air
Yang dimaksud iklim adalah kondisi yang menggambarkan karakter cuaca dalam jangka waktu yang lama. Indonesia memiliki iklim tropis yang ditandai dengan 2 musim dalam setahun, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Karakteristik musim hujan dan musim kemarau antara satu daerah dengan daerah yang lain di Indonesia berbeda-beda. Meski memiliki ciri umum yang dikenali, terdapat ketidakpastian musim di Indonesia dalam hal waktu mulainya musim hujan, besarnya curah hujan baik curah hujan rerata maupun curah hujan maksimum, banyaknya hari tanpa hujan dalam sebulan dan sebagainya.
Perubahan iklim ditandai dengan berubahnya parameter-parameter tersebut seperti meningkatnya intensitas kejadian hujan ekstrem, hari tanpa hujan yang lebih panjang di musim kemarau dan distribusi hujan wilayah yang berubah. Hal ini meningkatkan ketidakpastian iklim wilayah.
Daerah kering dapat berubah menjadi lebih kering atau semakin basah. Daerah basah dapat berubah menjadi lebih basah atau sebaliknya.
Perubahan-perubahan tersebut mulai dikenali dan menjadi perhatian dalam 2 dekade terakhir, Perubahan besar terjadi pada 10 tahun terakhir.
Jauh sebelum perubahan iklim ini terjadi, krisis air sebagaimana digambarkan di atas telah terjadi. Perubahan iklim hanya akan mempertajam ancaman krisis air. Perubahan iklim bukan akar masalah krisis air di Indonesia. []