Persoalan keempat yakni ada utang yang sangat besar dan defisit dalam setahun Rp1,000 triliun. Utang satu tahun sebesar Rp1,500 triliun, yang berarti hal itu lebih besar dari pendapatan pajak dari seluruh rakyat Indonesia.
“Mengapa bisa terjadi? karena tidak ada check and balance; Parlemen 82 persen dikuasai partai pendukung pemerintah. Tidak ada yang berani untuk mengontrol,” ujar Ekonom Senior INDEF ini.
Didik mengatakan saat krisis semestinya anggaran lebih dikendalikan. Ketika krisis, orang seharusnya menghemat, tidak kemana-mana dulu. Bisa terjadi ada pemotongan anggaran. Potongan itulah yang dimasukkan dalam anggaran PEN. tetapi sekarang yang terjadi dipotong pun tidak, tetapi anggaran PEN sudah Rp700 triliun.
“Masalah kelima, adanya kesenjangan sosial. Apakah Indonesia akan mengalami nasib seperti Srilanka dan Pakistan? Dari segi ekonomi pasti berbeda. Indonesia 1 triliun US dollar PDB, Srilanka hanya ber PDB 80 miliar USD,” tuturnya.
Didik menyampaikan Indonesia is large economy, srilanka small economy. Pada saat Indonesia krisis, Srilanka tidak alami krisis. Tidak ada hubungan langsung antara Srilanka dan Indonesia. Yang ada, masalah-masalah point 1 sd 5 di atas, apakah bisa diselesaikan?
“Sementara ini pola penyelesainnya seperti pada point ketiga, dengan menggelontorkan subsidi besar-besaran. Krisis Harga bisa dikendalikan, tetapi dengan mengorbankan banyak sekali hal,” jelasnya.
Jadi, Srilanka dan Indonesia tidak sama, dan tidak bisa ditarik-tarik Indonesia akan mengalami krisis seperti Srilanka. Hanya, melihat krisis global sekarang dan Indonesia punya masalah berat seperti sekarang, maka potensi krisis pasti ada.
Didik menambahkan masalah keenam sebagai tambahan pengembangan diskusi 5 masalah ekonomi Indonesia yakni tentang kapasitas kebijakan pemerintah tidak memadai dan banyak sekali salah kaprah. Ini masalah kepemimpinan ekonomi yang absen, yang bisa dilihat dan dari akibat buruknya kebijakan yang dihasilkan.
“Tidak ada lagi menteri yang punya kepemimpinan teknokratis, semua menjadi politisi rabun dekat, sehingga memperlemah kebijakan yang dihasilkan dalam kepemimpinan masalah ekonomi. Dulu masih bisa berharap kepada menteri keuangan, tetapi tidak lagi sekarang. Oleh karenanya kita ragu dalam masalah ekonomi akan bisa diselesaikan sehingga kita lepas dari krisis atau resesi di masa mendatang,” tutupnya.