ANIES Rasyid Baswedan telah menjadi simbol perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Ironisnya, sejumlah legasi Anies di Jakarta yang akan mengubah peradaban Jakarta, Indonesia dan dunia malah dipreteli oleh Penjabat Gubernur yang tidak dipilih oleh rakyat.
Tapi lupakanlah itu sejenak mari kita lihat sejumlah tayangan dan juga karya-karya vloger yang memperlihatkan gelombang dan histeria massa yang menyambut Anies di sejumlah daerah.
Diawali dari Medan Sumatra Utara, kemudian Yogyakarta dan kini di Priangan Timur tepatnya di Tasikmalaya dan Ciamis, Anies disambut antusias ribuan bahkan ratusan ribu orang yang datang sukarela.
Tidak mungkin mereka datang dibayar. Siapa yang bisa bayar ribuan atau ratusan ribu orang. Mereka hanya bermodalkan semangat, ingin bertemu dan juga menitipkan harapan kepada Anies untuk sebuah perubahan agar Indonesia ke depan lebih baik.
Bahkan di Ciamis sampai-sampai seorang ibu berusia 81 tahun didorong pakai kursi roda datang hanya untuk bisa menyapa, berfoto dan berbicara langsung dengan Anies.
Di Tasikmalaya Anies juga mengunjungi tiga pondok pesantren legendaris yang sudah kakoncara hingga ke pelosok Tanah Air, Ponpes Mathla’ul Khaer di Cintapada, Ponpes Sirnarasa Abah Aos di Suryalaya dan Ponpes Cipasung. Begitu juga di Ciamis Anies berkunjungke Pesantren Alfalah 2 dan Pesantren Darussalam. Dua pesantren ini juga termasuk laboratorium Indonesia karena santrinya juga dari Sabang sampai Merauke.
Melihat fenomena ini, sejumlah daerah lainnya juga dipastikan akan menyambut Anies. Di sisi lain juga tidak menafikan bahwa diperkirakan di beberapa daerah juga akan ada penolakan.
Namun kepada warga Tasikmalaya dan Ciamis, Anies berpesan kepada massa yang menyambutnya untuk tidak menolak siapapun, tokoh manapun atau capres manapun bila mereka datang ke Ciamis dan Tasikmalaya. Sambutlah mereka dengan sopan dan santun sebagai tamu.
Itulah Anies seperti juga mengingatkan kepada relawannya untuk bersikap sopan dan santun serta tidak menyebarkan fitnah dan hoaks. Anies meminta kepada relawannya untuk menyebarkan sikap optimistis dan menyampaikan prestasi serta karya-karya.
Tapi sayangnya, legasi dan karya-karya yang digagas Anies di Jakarta malah dipreteli oleh gubernur yang ditunjuk langsung Istana. Tapi peristiwa ini ada juga yang memandangnya positip. Mereka justru berharap program warisan Anies terus “dirusak” oleh penerusnya agar rakyat bisa membandingkannya secara hitam-putih. Mana gubernur yang punya gagasan dan mana gubernur yang miskin ide.
Setelah saya pikir sejenak, ada benarnya juga. Misalnya dari kasus pembangunan jalur sepeda dan juga pembangunan trotoar di DKI Jakarta yang tidak dilanjutkan bahkan kedua program ini sampai dipangkas anggarannya.
Awalnya untuk pembangunan jalur sepeda dianggarkan Rp38 miliar dalam APBD 2023. Namun hanya disisakan sekitar Rp7 miliar itu pun buat perawatan dan evaluasi. Padahal Anies berharap Jakarta memiliki jalur sepeda sampai 500 kilometer.
Alasan yang disampaikan Penjabat Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono bahwa Jakarta tidak bisa disamakan dengan Eropa dengan memperbanyak jalur sepeda. Ini sebuah alasan yang nir perspektif iklim dan lingkungan. Ada yang salah dengan penasihat gubernur di balaikota sepertinya.
Sepeda bukan soal Jakarta atau Indonesia versus Eropa. Ini soal peradaban dan soal paradigma berpikir global. Dunia sudah bicara lama soal perubahan iklim sementara penjabat gubernur justru berpikir mundur. Bersepeda selain soal kesehatan juga bagian dari kampanye untuk mencapai target Indonesia menuju zero emisi pada 2060.