Lebih dari itu, manuver Risma tersebut berpotensi menaikkan suhu politik lokal dan nasional, secara khusus pada relasinya antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terutama dengan Gubernur DKI Anies Baswedan. Bahkan bisa menimbulkan benturan komunikasi yang secara head to head menghadapkan Risma versus Anies, dan bisa saja melibatkan kalangan pendukungnya.
Dalam perspektif politik, gaya kepemimpinan Risma cocok dengan kategori apa yang oleh Indonesianis asal Amerika Serikat Herbert Feit disebut dengan solidarity maker. Bisa jadi kepemimpinan tersebut lebih merefleksikan motivasi dan komitmen kuat Risma untuk membangun ikatan solidaritas primordial guna menyelesaikan problem yang terjadi. Tetapi bisa saja langkah Risma dilakukan secara by design untuk sekaligus menggerogoti popularitas dan elektabilitas Anies yang banyak digadang-gadang berbagai lembaga suvei, potensial maju di Pemilu Serentak 2024.
Selain itu, gebrakan Risma dengan mengintensifkan praktik politik populisme sebagai investasi politik Risma ke depan. Atau bakal melempangkan jalan bagi aktor atau figur lain yang akan dimajukan partai politik pengusung Risma untuk melawan Anies di Pemilu Serentak 2024. Dalam situasi politik unpredicable dan penuh turbulensi, biasanya akan ada penumpang gelap (dark rider) atau political rent seeking yang menarik kepentingan pribadi dan kelompok politik tertentu. Baik dilakukan secara by design, maupun secara pragmatis.
Pada jangka pendek, dampak langkah Risma akan terbaca jelang Pilkada DKI 2022, apalagi jika jadi dilaksanakan pada 2022 sebagaimana diisyaratkan pada RUU Pemilu yang akan dibahas oleh DPR. Tetapi jika tetap mengacu UU No. 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati yang mendesain Pilkada DKI dilaksanakan serentak pada Pemilu 2024 bersamaan dengan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, manuver Risma tersebut baru akan berdampak dan tercermati secara empirik pada jelang dan Pemilu Serentak 2024.
Kepemimpinan Anies
Sebagai gubernur dan sekaligus dikenal sebagai seorang intelektual ternama dan humanis, Anies pasti sudah membaca dan memahami konstelasi dan konfigurasi politik semacam ini. Namun nampaknya Anies akan lebih fokus menjalankan tugas dan fungsinya sebagai gubernur, dan menyelesaikan problem pokok yang dihadapi Jakarta saat ini. Yakni: mengatasi penyebaran pandemi Covid-19 dan melanjutkan program strategis atau unggulan lainnya di sekitar dua tahun terakhir masa jabatannya.