Meminjam pisau analisis Herbert Feit, Anies lebih cocok menerapkan apa yang oleh Feit disebut dengan style kepemimpinan administratif maker. Paradigma kepemimpinan Anies khususnya dalam proses pengambilan kebijakan dan program strategis Jakarta kini dan ke depan, selalu bertumpu kepada kekuatan rasionalitas dan konsepsional yang didukung data-data berbasis ilmiah dan empirik yang valid dan realiable, dengan mengedepankan kepentingan masyarakat.
Hal tersebut ditunjukkan saat Anies pada 29 Maret 2020 mengusulkan lock down bagi Jakarta guna menghadapi wabah Covid-19 namun sayang tidak digubris oleh pemerintah pusat. Dampaknya pandemi di Jakarta dan Indonesia berkepanjangan hingga saat ini. Jika usulan lock down diamini, mungkin pandemi Covid-19 di Jakarta serta imbasnya ke berbagai wilayah di Indonesia tidak seperti saat ini.
Penghargaan lain diperoleh Anies dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP RI) karena dinilai sebagai pemerintah daerah dengan inovasi pengadaan yang mendukung transparansi belanja pengadaan; penghargaan predikat WTP dari BPK untuk tiga tahun berturut-turut, penghargaan Provinsi Terinovatif dari Kemendagri, penghargaan Kota Peduli HAM, Gubernur Terpopuler di Media Digital 2020 pada dalam acara Anugerah Humas Indonesia, bersama Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, Anies terpilih sebagai pimpinan dewan pengarah dalam organisasi C-40 Cities, dan lain sebagainya.
Perspektif Komunikasi
Kenapa berbagai ekspresi nyata dari kepemimpinan Risma ketika menjabat Walikota Surabaya dan kini menapaki karir sebagai Mensos, menarik perhatian media khususnya media on line dan sebagian menjadi viral serta berakibat mempengaruhi opini publik? Sementara kepemimpinan Anies yang banyak menuai prestasi, terlihat kurang menarik perhatian media dan jarang viral. Sehingga mengalami defisit untuk diketahui publik? Jawabannya bisa dicermati dari berbagai perspektif.
Diantaranya karena untuk beberapa hal, apa yang dilakukan oleh Risma berbeda dengan pakem kepemimpinan elit politik selama ini. Perbedaannya dapat dilihat dari pilihan diksi, narasi, intonasi ataupun gestur tubuhnya. Untuk sebagian, apa yang dipertontonkan oleh Risma menjadi daya tarik sendiri bagi sebagian media dan dianggap merupakan konsumsi empuk yang dibidik konsumen media. Sekalipun jika hal semacam ini terus dipertontonkan namun tanpa hasil nyata yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, berpotensi menimbulkan counter productive berupa kebosanan dan kekecawaan publik.
Sedangkan Anies, cenderung mengedepankan kepemimpinan law profile namun lebih ditunjukkan dengan segudang prestasi. Biasanya, prestasi semacam yang diraih oleh Anies, diakui dan dirasakan secara nyata manfaatnya oleh publik namun kurang menarik untuk diliput oleh media, terutama media mainstream. Yang penting dicatat, manakala prestasi Anies terus dikubur-kubur rapat, maka sulit bagi publik memberikan simpati kepada publik. Bahkan bisa saja pada akhirnya melupakan kinerja positif dari Anies.