Menyikapi pemuatan foto tersebut Anies pun bertabayun ke Pimpinan Kompas. Mengklarifikasi. Tidak bereaksi berlebihan. Dan ini cara elegan Anies seperti ketika ‘dirugikan’ majalah Tempo dengan kover Anies yang berlumuran lem Aibon. Justru Anies memuji pers, menyanjung Tempo dan juga bercerita ikut demonstrasi ketika Tempo dibredel rezim Orde Baru.
Pun, saat Anies menanggapi foto dirinya dipajang di artikel yang masuk kategori ‘jakasembung’ alias nggak nyambung antara konten dan ilustrasi di Kompas.
“Media memang memiliki kekuatan besar dalam membentuk persepsi, opini dan perasaan pembacanya. Karena memiliki kekuatan besar inilah maka media harus memiliki tanggung jawab yg besar pula,” tulus Anies dalam akun pribadinya.
“Media sebagai pilar demokrasi bukannya tidak boleh berpihak. Sebaliknya, ia justru harus berpihak, pada kebenaran, keadilan, dan objektivitas. Tanggung jawab media memang berat, karena risiko dampak salah langkahnya pun besar,” tambahnya.
Kemarin, sambung Anies, beberapa pemimpin Kompas menjelaskan bahwa penempatan foto itu adalah kelalaian, tak ada niat framing buruk. “Memang disayangkan kesalahan mendasar seperti itu terjadi di media seperti Kompas yg pastinya memiliki mekanisme pengawasan berlapis,” ujar Anies.
“Hari ini, Kompas memasang berita baru yang menjelaskan secara lebih objektif terkait kedatangan saya ke KPK. Kompas hari ini memberi contoh kepada Kompas kemarin tentang bagaimana sebuah berita seharusnya ditulis,” tambahnya.
Dahulu, kata Anies, Kompas sebenarnya hendak diberi nama Bentara Rakyat. Namun Bung Karno memberi usul nama Kompas, karena kompas adalah penunjuk arah dan jalan.
“Kita berharap, filosofi nama Kompas ini terus dijaga. Apabila sebuah kompas berfungsi baik, maka kita lancar dan selamat mengarungi perjalanan. Apabila jarumnya terpengaruh oleh magnet (polar), maka ia tak lagi dapat menjadi penunjuk arah,” kata Anies.
“Saya memilih mempercayai penjelasan pemimpin di Kompas dan walau banyak yang menyarankan, saya memilih tidak membawa masalah ini kepada Dewan Pers. Namun, saya memilih tetap menyampaikan catatan ini pada publik agar bisa menjadi pengingat bagi kita semua dalam bernegara dan berdemokrasi,” pungkasnya.
Cara Anies dalam berperkara dengan media patut dicontoh. Tidak hanya elegan tapi juga berkarakter. Tidak harus diseret ke ranah Dewan Pers apalagi dilaporkan ke polisi. Berita ataupun artikel di koran adalah karya intelektual maka diselesaikan juga dengan cara-cara intelektual. Tidak hanya media yang berperkara akan terpacu untuk terus meningkatkan kualitas dan kredibilitasnya tetapi publik juga tereduksi dan semakin cerdas.