BARISAN.CO – Kementerian Pertahanan Rusia menuding Ukraina meracuni beberapa tentaranya di bagian yang dikuasai Rusia di wilayah tenggara Ukraina, Zaporizhzhia pada akhir Juli lalu.
Itu disampaikan seorang penasihat Kementerian Dalam Negeri Rusia mengatakan pada hari Sabtu (20/8/2022) sebagai tanggapan atas dugaan keracunan yang disebabkan oleh pasukan Rusia yang memakan daging kaleng yang kadaluwarsa.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, sejumlah tentara Rusia dibawa ke rumah sakit militer dengan tanda-tanda “keracunan parah” pada 31 Juli. Tes menunjukkan zat beracun, toksin botulinum tipe B, di tubuhnya.
“Mengenai fakta terorisme kimia yang disetujui oleh rezim [Presiden Ukraina Volodymyr] Zelenskyy, Rusia sedang mempersiapkan bukti pendukung dengan hasil semua analisis,” kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Tidak disebutkan berapa banyak tentara yang menderita keracunan atau bagaimana kondisi mereka sekarang, atau menjelaskan apa yang dimaksud dengan “bukti pendukung”.
Toksin botulinum tipe B adalah neurotoksin yang dapat menyebabkan botulisme ketika tertelan dalam produk makanan yang sebelumnya terkontaminasi, tetapi juga dapat memiliki kegunaan medis.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan temuannya akan diberikan kepada Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW).
“Bukti terorisme kimia oleh rezim Kyiv akan segera diteruskan secara resmi ke OPCW melalui misi permanen Rusia,” katanya.
Dia menjelaskan, penyelidikan tambahan juga sedang dilakukan dengan adanya kemungkinan keracunan kepala administrasi sementara wilayah Kherson, Volodymyr Saldo atas dugaan agen perang kimia.
Volodymyr, mantan Walikota Kherson yang ditunjuk untuk memimpin wilayah dengan nama yang sama ketika pasukan Rusia menyerbunya pada awal Maret, jatuh sakit pada awal Agustus.
Kementerian Pertahanan Ukraina tidak segera menanggapi tuduhan itu. Akan tetapi, penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina, Anton Gerashchenko menanggapi tuduhan itu melalui aplikasi pesan Telegram.
“Departemen [Kementerian Pertahanan Rusia] tidak mengklarifikasi apakah keracunan itu mungkin disebabkan oleh daging kaleng yang kadaluwarsa, di mana toksin botulinum sering ditemukan. Jatah yang terlambat telah dikeluhkan secara besar-besaran oleh pasukan pendudukan sejak hari-hari pertama invasi ke Ukraina,” ujarnya.
Apa itu Terorisme Kimia?
Terorisme kimia (chemical terrorism) adalah terorisme yang menggunakan bahan kimia. Agen kimia ini adalah gas beracun, cairan atau padatan yang memiliki efek toksik pada manusia, hewan atau tumbuhan.
Sebenarnya, terorisme kimia bukan hal baru. Penggunaan bahan kimia ini bahkan telah muncul sejak Perang Pelloponesia (431-404 SM). Kala itu dengan asap berbasis sulfur dan awan arsenik.
Kemudian, dalam peperangan modern, senjata kimia pertama kali digunakan dalam Perang Dunia I (1914–1918), di mana perang gas menimbulkan lebih dari satu juta para pejuang menjadidalam konflik tersebut serta menewaskan sekitar 90.000 orang.
Mengutip Science History Institute, tiga zat bertanggung jawab atas sebagian besar cedera dan kematian senjata kimia selama Perang Dunia I, yakni klorin, fosgen, dan gas mustard.
- Gas klorin. Pada 22 April 1915 zat ini menghasilkan awan kuning kehijauan yang berbau pemutih dan segera mengiritasi mata, hidung, paru-paru, dan tenggorokan mereka yang terpapar. Pada dosis yang cukup tinggi itu membunuh dengan sesak napas.
- Fosgen. Berbau seperti jerami berjamur, juga mengiritasi tetapi enam kali lebih mematikan daripada gas klorin. Jerman adalah negara pertama yang menggunakan fosgen di medan perang, itu menjadi senjata kimia utama Sekutu. Fosgen bertanggung jawab atas 85% kematian senjata kimia selama Perang Dunia I.
- Gas mustard. Dijuluki ‘King of the Battle Gases’, zat ini dapat membuat kulit mulai melepuh, terutama di area lembab, seperti ketiak dan alat kelamin. Menurut perkiraan, lebih dari 120.000 korban akibat gas mustard dan menjadi jumlah korban teringgi dari senjata kimia. Beberapa kematian langsung karena udara terbuka di medan perang menjaga konsentrasi di bawah ambang batas yang mematikan.
Bahan kimia apabila digunakan secara efektif dapat berpotensi menyebabkan lebih banyak korban daripada bahan peledak konvensional. Namun, banyak teroris menggunakan bahan peledak atau membajak pesawat karena biayanya lebih murah dan menyebabkan kehancuran yang cukup untuk mencapai tujuan teroris. Sedangkan, serangan kimia lebih bertujuan kepada menyebabkan kerentanan fisik dan psikologis target, lebih fleksibel menggunakannya, dan mudah memperolehnya.