Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Apa Jadinya Kalau Orang Tua Selalu Berkata ‘Tidak’ Kepada Anak?

Redaksi
×

Apa Jadinya Kalau Orang Tua Selalu Berkata ‘Tidak’ Kepada Anak?

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Jennifer Garner yang memerankan Allison dalam film Yes Day boleh jadi adalah ibu yang menyebalkan. Ia serupa tembok tebal yang sulit ditembus, lantaran selalu berkata ‘tidak’ terhadap keinginan ketiga anaknya. Allison bahkan disebut sebagai diktator oleh mereka.

Menonton film tersebut membuat saya sebagai orangtua tercengang. “Wah, bagaimana bisa ada orang tua seperti itu? Menyebalkan sekali.”

Film itu menyadarkan kita bahwa ada masalah relasi antara anak dan orang tua yang sering luput dicermati. Padahal, banyak hal akan menjadi lebih mudah kalau itu bisa dibicarakan terus menerus dengan pikiran terbuka.

Mari kita langsung pada pokok persoalan: Anak memiliki kebebasan melakukan apapun yang ia inginkan. Orang tua memiliki pertimbangan tentang bagaimana dan seberapa mungkin keinginan anak tersebut terwujud. Kebebasan anak adalah realitas yang diperlukan dalam tumbuh kembangnya. Dan pertimbangan orang tua adalah aspirasi yang bisa melindungi anak dari marabahaya.

Idealnya, kebebasan anak sebagai realitas dan pertimbangan orang tua sebagai aspirasi dapat selalu beriringan. Dari sinilah akan muncul perangkat regulatif yang membuat hubungan anak dan orang tua terjalin dengan baik.

Seperti misalnya saat anak ingin bermain dengan teman-temannya. Jika ini dipahami sebagai kebebasan anak, maka seharusnya bukan hak orang tua untuk melarang, alih-alih orang tua mestinya dapat memberi batasan waktu pulang saat main.

Melindungi anak memang tanggung jawab orang tua. Akan tetapi, jika terus-menerus melarang, dikhawatirkan anak akan memberontak di kemudian hari.

Selalu berkata tidak juga bukanlah cara mendidik anak yang baik. Sayangnya, beberapa orang tua enggan mengambil risiko seperti halnya jika membiarkan anak lari-larian: bagaimana jika ia akan terjatuh, terluka, dan berdarah?

Tanpa disadari, orang tua telah menghilangkan kesempatan terbaik bagi anak untuk belajar dari kesalahannya sendiri. Padahal jika tidak dilarang, anak bisa belajar dari sakit untuk kemudian lebih berhati-hati dan berupaya untuk tidak mengulangi kecerobohannya. Ia akan lebih memahami bentuk jalan yang ia lewati termasuk lubang yang seharusnya dapat dihindari.

Dengan memberikan anak kesempatan untuk bebas, mereka akan lebih banyak belajar. Namun yang perlu diingat ialah tekankan kepada anak jika ia perlu belajar untuk bertanggung jawab atas tindakan yang ia lakukan.

Selain itu, misal ada beberapa hal yang dianggap berbahaya atau melanggar norma, orang tua perlu menjelaskan alasannya dengan bahasa yang dapat dipahami anak. Jika perlu, tanyakan kepada anak, apakah mereka mengerti maksud tujuan kita tidak tidak memberikannya izin.

Orang tua mungkin khawatir jika anak mereka melakukan kesalahan di luaran sana. Akan tetapi, cepat atau lambat, ketika anak menginjak usia dewasa, orang tua harus melepaskan mereka.

Pada saatnya, anak akan mengarungi kerasnya dunia ini. Mereka tidak bisa selalu terkurung dalam rumah yang dipenuhi larangan.

Apa yang diberikan kepada anak akan selalu membekas sampai dewasa. Jangan sampai, larangan-larangan yang orang tua berikan sebagai model pendidikan justru membuat anak berpikir bahwa mereka dilahirkan dalam keluarga yang salah. Sudah banyak contoh tentang ini, dan semoga kita bukan termasuk di antaranya. [dmr]