Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Apa yang Terjadi Saat Negara Gagal Bayar Utang?

Redaksi
×

Apa yang Terjadi Saat Negara Gagal Bayar Utang?

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Sri Lanka dicengkeram oleh protes massa atas krisis ekonominya dan ketegangan berada di ujung tanduk. Negara itu memberlakukan jam malam di ibukota Kolombo dan tak dikerahkan ke jalan sejak Kamis (14/7/2022).

Jabatan Presiden Sri Lanka Rajapaksa Gotabaya seharusnya berakhir pada 2024. Namun, protes massa atas ketidakpuasan kepemimpinannya mendorongnya mundur sebelum waktunya.

Jumat kemarin, Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe dilantik sebagai presiden interim hingga Parlemen memilih pengganti Rajapaksa. Namun, Ranil dianggap sebagai pendukung Rajapaksa sehingga tekanan kepadanya juga meningkat. Massa menyebut, Ranil seharusnya juga pergi.

Ekonomi Sri Lanka hancur lebur. Negara ini bahkan gagal bayar utang sekitar US$7 miliar pinjaman internasional yang jatuh tempo tahun ini, dari total tumpukan utang luang negeri (ULN) senilai US$51 miliar.

Lalu apa dampak negara gagal bayar utang seperti Sri Lanka? Selain meningkatnya inflasi dan pengangguran, mengutip Outlook India, terdapat 3 dampak besar lainnya.

  1. Suku bunga tinggi. Dengan default utang, negara cenderung meminjam pada suku bunga lebih tinggi yang pada gilirannya menghasilkan pinjaman bank domestik dengan suku bunga lebih tinggi juga. Hal ini berdampak negatif pada perdagangan dan ekspor negara tersebut. Selanjutnya, kurang atau tidak adanya kepercayaan, masyarakat akan menarik uang dari bank. Ini memperburuk krisis ekonomi.
  2. Investor portofolio asing mencoba menjual asetnya untuk keluar dari negara default. Ini akan berimbas pada anjloknya nilai tukar di pasar internasional serta semakin berdampak pada ekspor dan impor di dalam negeri.
  3. Pasar domestik juga kena imbasnya. Default utang negara mengarah pada penghapusan kapitalisasi pasar perusahaan besar di dalam negeri.

Sri Lanka saat ini menghadapi krisis ekonomi terbesar sejak kemerdekaan dari Inggris. Kementerian Luar Negeri Cina mengungkapkan akan terus memberikan bantuan dalam upaya memulihkan ekonomi dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat Sri Lanka.

Cina juga akan bekerja sama dengan negara terkait dan lembaga internasional untuk membantu Sri Lanka mengatasi masalahnya termasuk meringankan beban utangnya.

Senin lalu, artikel Washington Post menuding Cina menjadi biang kerok atas situasi yang terjadi di Sri Lanka melalui pendanaan proyek infrastruktur ambisius. AS juga berencana memberikan bantuan.

Namun, melansir Global Times, peneliti senior di China Institute of International Studies, Yang Xiyu menilai, tindakan AS itu bukan bertujuan untuk kemanusiaan atau menstabilkan ekonomi Sri Lanka, melainkan pertimbangan geostrategis.

Bantuan itu dianggap hanya memperkuat kehadiran dan pengaruh AS di wilayah Asia-Pasifik. Opini publik AS selama ini menggembar-gemborkan program investasi dan pinjaman global Cina sama dengan jebakan utang di negara-negara rentan.

Akan tetapi, seperti yang dijelaskan oleh ekonom Awalil Rizky sebelumnya, krisis yang terjadi di Sri Lanka bukan semata karena utang. Faktor lainnya juga perlu dilihat. [rif]