“Target inflasi tahun 2023 sebesar 3,30 persen perlu dijaga secara ketat. Beban APBN dalam menjaga stabilitas harga energi dan pangan, akan berdampak terhadap anggaran subsidi dan kompensasi energi yang semakin meningkat”, lanjut Handi
Adapun penerimaan pajak tahun 2022 lebih banyak ditopang oleh tingginya harga komoditas di pasar Internasional.
“Begitu pula UU HPP yang diharapkan akan dapat melakukan optimalisasi pendapatan melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset, serta inovasi layanan, belum teruji hasilnya. Sehingga dikhawatirkan rasio perpajakan belum dapat meningkat signifikan dalam rangka untuk memperkuat ruang fiskal”, jelas Handi.
Menurut Handi kebijakan spending better yang dijalankan belum sepenuhnya terlihat dalam belanja K/L selama ini. Bahkan belanja non-Prioritas Pemerintah jauh lebih besar dari belanja prioritas. Kualitas belanja Pemerintah belum terlalu signifikan perubahannya, bahkan produktivitas belanja dalam menghasilkan multiplier effects yang kuat terhadap perekonomian, belum terlalu terasa.
“Oleh sebab itu, Pemerintah perlu konsisten dalam menjalankan program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” terang Handi.
Kembalinya angka defisit ke angka maksimal 3%, tentunya akan mempersempit ruang fiskal Pemerintah pada tahun 2023.
“Oleh sebab itu, untuk menjaga pencapaian target 3 persen tersebut, Pemerintah harus ketat menjaga kualitas belanja (spending better), terutama belanja-belanja yang selama ini tidak termasuk prioritas. Termasuk membuat skala prioritas belanja untuk proyek-proyek strategis nasional untuk ditunda pelaksanaanya,” pungkas Handi.