Scroll untuk baca artikel
Blog

Awal Mula Jull Takaliuang Putuskan Menjadi Aktivis Penolak Tambang

Redaksi
×

Awal Mula Jull Takaliuang Putuskan Menjadi Aktivis Penolak Tambang

Sebarkan artikel ini

Bagaimana awal mula Jull memutuskan menjadi aktivis penolak tambang?

BARISAN.CO – Jull Takaliuang menjadi salah satu aktivis perempuan yang vokal menolak PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Namun, jauh sebelum itu, telah berjuang bersama aktivis lainnya menyelamatkan lingkungan dari cengkraman perusahaan tambang.

Perempuan yang akrab disapa Jull itu mengisahkan, awal mulanya menjadi sangat militan di sektor isu lingkungan, khususnya pertambangan bermula saat dia mulai bekerja di salah satu Non Government Organization (NGO).

Saat itu, dia turut mengadvokasi kasus Buyat yang melawan PT Newmont Minahasa Raya (PT MNR). Dia juga ikut memberikan program pemberdayaan perempuan dan anak di Buyat.

Melalui mata kepalanya sendiri, Jull menyaksikan betapa sangat menderitanya perempuan dan anak yang hidup di wilayah seputar tambang ketika wilayahnya itu tercemar. Dia melihat ibu-ibu menjadi lumpuh dan muncul benjolan. Begitu juga dengan anak-anak yang lahir cacat, kulitnya melepuh, mengalami kemunduran intelektual, tremor, dan kulitnya bersisik.

“Parah banget pokoknya, jadi saya dengan mereka itu dari sekitar tahun 2005 sampai 2010. Jadi, intens dengan mereka untuk pengobatan, pendampingan, penguatan, melakukan semua advokasi, dan itu kemudian saya menjadi terinternalisasi dengan sendirinya dalam diri saya bahwa ini kejahatan kemanusiaan yang harus dilawan,” tutur perempuan berusia 50 tahunan tersebut kepada Barisanco.

Ketika ada persoalan tragedi kemanusiaan seperti itu, Jull menuturkan, biasanya menteri akan menetapkan ada Kejadian Luar Biasa (KLB), namun karena sebagai besar pemerintah lebih mengutamakan profit atau mungkin sudah mendapatkan keuntungan, maka persoalan kemanusiaan akan diabaikan.

Masyarakat Buyat tidak ditolong, namun Jull mengungkapkan, pemerintah justru sibuk membuat polemik dengan membuat seminar internasional, yang menyebut PT NMR tidak mencemari lingkungan.

“Bayangkan saja, sampai laboratorium forensik Mabes Polri saja yang menyatakan Teluk Buyat tercemar dinyatakan tidak terakreditasi pada waktu itu. Kemudian, tahun 2006 sampai 2007 lahir good will agreement yang difasilitasi Menko Kesra waktu itu, pak Aburizal Bakrie,” tambahnya.

Bagi Jull, ini merupakan tindak kejahatan, jika tidak ada yang berani bertarung nyawa sekali pun, maka akan banyak sekali korban, terutama perempuan dan anak yang paling rentan.

“Karena pemerintah pasti akan menjadi back-up perusahaan ketika sudah terlanjur memberikan izin bahkan dalam proses-proses perizinan dan lain-lain, mereka bisa saja terlibat sesuatu yang tidak kita lihat dan duga, misalnya suap. Mereka jelas pasti akan membantu perusahaan,” jelas Jull.