BARISAN.CO – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan data klaim dibayar lini bisnis asuransi kredit kuartal I 2022 membengkak 47,7% (yoy) atau setara Rp 1,91 triliun. Padahal, tahun sebelumnya, klaim dibayar lini bisnis asuransi kredit masih Rp.619 miliar.
Diprediksi klaim asuransi kredit masih akan menemui jalan berliku sampai akhir tahun nanti. Bahkan, tak menutup kemungkinan, tantangan tahun depan masih sama beratnya karena dampak pandemi Covid-19.
Dalam kondisi demikian, Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia atau Nasional Re, Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe mewanti-wanti tingginya rasio klaim (loss ratio) asuransi kredit. Dimana apabila tidak dikelola dengan baik bakal berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan asuransi.
“Sebagai penerbit polis asuransi kredit, perusahaan asuransi harus melakukan mitigasi dengan menetapkan term and condition polis yang sesuai kebutuhan risiko dan batas serta jaminan asuransi,” jelas Dody, dikutip dari Kontan (26/06/2022).
Dody juga mengingatkan agar setiap perusahaan menetapkan tarif premi asuransi kredit setara dengan risiko yang ditanggung. Serta memastikan cadangan teknis yang ditetapkan sesuai dengan perhitungan aktuaria dinamika usaha ke depan.
Sementara itu, pandangan lain datang dari Presiden Direktur Simas Insurtech, Teguh Aria Djana. Ia menilai klaim asuransi kredit justru dalam tren yang melandai sejalan dengan bisnis baru yang lebih ketat dan restrukturisasi.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menurut Teguh telah terjadi penurunan klaim sekitar 10%. Asuransi kredit UKM masih menjadi sektor yang paling banyak di-cover, sedangkan kredit konsumtif perlahan dikurangi porsinya.
Kolaborasi
Menghadapi rasio klam (loss ratio) asuransi kredit yang tinggi, kolaborasi industri keuangan adalah kunci. Melansir Kontan, Wakil Ketua Bidang Statistik, Riset & Analisa Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Trinita Situmeang menyebutkan bahwa diharapkan industri keuangan, baik perusahaan asuransi, reasuransi, bank dan multifinance dapat mempercepat konsensus demi keberlangsungan ekosistem dan lini bisnis industri tersebut.
Sebab, apabila industri asuransi dan reasuransi kurang sehat, maka akan berdampak pada hal lain, baik itu kepada pemberi bisnis, konsumen, klien, dan juga debitur. Dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan kemampuan untuk memberikan komitmen itu menurun.
Itu sebabnya, dengan besarnya risiko yang diambil, antar pihak mau tidak mau harus saling terbuka untuk berkolaborasi. Dimulai dengan membenahi struktur harga, transparansi kontrak, terms and condition, serta permodalan supaya terjadi keseimbangan ke depannya.
Trinita pun mengingatkan agar permasalahan ekosistem dalam lini bisnis asuransi sesegera mungkin untuk ditanggulangi. Ia khawatir dengan kemungkinan terburuk, akan ada satu atau bahkan lebih dari entitas perusahaan asuransi yang gulung tikar. Namun, apabila penjaminan kredit dan bisnis asuransi terjaga, maka tentu keberlangsungan ekosistem akan tetap terjaga. Dan itu membutuhkan perhatian dari setiap pihak di dalam industri keuangan. [rif]