Scroll untuk baca artikel
Berita

Awalil Rizky: 13 Alasan Mengapa Jokowi Gagal di Bidang Ekonomi

Avatar
×

Awalil Rizky: 13 Alasan Mengapa Jokowi Gagal di Bidang Ekonomi

Sebarkan artikel ini
Presiden Jokowi Gagal di Bidang Ekonomi
Presiden Joko Widodo/FB

Berdasarkan data BPS, rekening dengan dana di bawah Rp100 juta yang jumlahnya mencapai 569,37 juta rekening per April 2024 totalnya bernilai Rp1.053 triliun, atau naik 78 persen dari Oktober 2014.

Sedangkan rekening dengan dana lebih dari Rp5 miliar, yang jumlahnya hanya 137.603 rekening, nilainya mencapai Rp4.628 triliun atau naik semakin jauh 154 persen.

“Pertumbuhan kekayaan kelas atas jauh lebih tinggi dibandingkan kelas bawah yang membuat ketimpangan hartanya semakin melebar menjauh,” katanya.

Awalil juga menyebutkan selain dari target-target RPJMN yang sebenarnya tidak terpenuhi, banyak pula klaim keberhasilan pemerintah yang bertentangan dengan data pemerintah lain yang berkorelasi terhadap pencapaian tersebut.

“Misalkan dalam data nilai aset jalan, irigasi, bendungan, dan jaringan yang nyatanya cenderung menurun setelah direvaluasi di tahun 2019. Opini utang pemerintah besar karena dipakai untuk infrastruktur tak didukung oleh data ini. Ironisnya, data mengenai panjang jalan yang tergolong Rusak Berat inilah yang bertambah pada era Jokowi.” lanjutnya.

Begitu pula dengan kebermanfaatan dari hal-hal yang digolongkan sebagai pencapaian oleh pemerintah.

Awalil menilai pembangunan seharusnya tidak dinilai dari berapa jumlah proyek yang selesai, namun dari seberapa besar ukuran manfaatnya.

“Contohnya dengan klaim pencapaian pembangunan dari banyaknya jumlah bandara yang diresmikan, namun dari datanya justru kenaikan jumlah penumpang angkutan udara era Jokowi lebih rendah dari era presiden sebelumnya. Sama dengan pelabuhan. Banyak pelabuhan diresmikan, namun nyatanya data barang yang dimuat atau untuk ekspor lebih rendah dari tahun 2014. Berbalik dengan data barang yang dibongkar atau impor lebih banyak. Jadi secara kebermanfaatan, banyaknya pelabuhan yang dibuat selama ini lebih banyak berdampak pada keperluan impor dibandingkan ekspor,” ucapnya.

Muhammad Andri Perdana, Direktur Riset Bright Institute, menambahkan bahwa banyaknya alasan kegagalan ini seharusnya menjadi peringatan penting bagi pemerintahan selanjutnya untuk menyadari kegagalan-kegagalan tersebut agar tidak berlanjut dan bersungguh-sungguh merealisasikan RPJMN sesuai target dan kebermanfaatan.

“Karena jika pemerintah selanjutnya terus menggunakan pola yang sama dan tidak merasakan adanya kegagalan-kegagalan tersebut, maka ke depan akan semakin dalam dan penderitaan ekonomi yang saat ini dirasakan masyarakat. Ketika itu terjadi, kondisinya akan jauh lebih sulit untuk diperbaiki dari sekarang,” pungkasnya. []