“Sesungguhnya Al-Quran diturunkan kepada orang-orang beriman seirama dengan diturunkannya air hujan bagi tetumbuhan. Setiap jenis pohon dapat memanfaatkannya menurut kebutuhan disiplin-nilai yang diamanatkan Allah kepadanya.” tulisnya di Lantai-Lantai Kota.
Kini, saya sudah tak berjumpa langsung. Serasa ada yang kurang, akhirnya. Sayang saya tidak sempat menemu Pak Muh, mengungkap secara utuh hal-hal yang amat pelik berkaitan isu-isu yang mengatasnamakan Al-Quran. Sungguh sayang.
Lalu, belum lama ini saya mendapat kado The Message of the Qur’an karya Muhammad Asad dari Rahma, istri saya. Karya agung seorang berkebangsaan Eropa, yang terbit di Gibraltar, 1980. Tetapi saya memperoleh edisi bahasa Indonesia yang diterbitkan Mizan, 2017. Baca karya Muhammad Asad ini, kenangan saya akan Muhammad Zuhri sontak menguat.
Membaca The Message of the Qur’an seperti halnya sedang menyimak Muhammad Zuhri melantunkan kalimat-kalimat yang melegakan dahaga rasional dan spiritual saya. “Karena itu, seandainya kita memahami setiap ayat, pernyataan, atau ungkapan Al-Quran dalam pengertian harfiah dan lahiriahnya serta mengabaikan kemungkinannya sebagai sebuah alegori, metafora, atau parabel, kita justru akan menyalahi inti semangat Kitab Suci ini sendiri.” (Hal. 1295, lampiran I, The Message of the Qur’an).
“Sungguh, milik-Nya-lah segala penciptaan dan segala perintah. Mahasuci Allah, Pemelihara seluruh alam!” (Surah Al-A’raf: 54).
Ungaran, 23 Oktober 2020