Scroll untuk baca artikel
Gaya Hidup

Bahaya Unggah Cerita-cerita Sedih di Medsos

Redaksi
×

Bahaya Unggah Cerita-cerita Sedih di Medsos

Sebarkan artikel ini

Banyak di antara tukang curhat di medsos justru mengalami intimidasi setelah memposting kesedihannya.

BARISAN.CO – Internet memiliki sisi gelap yang serius. Media sosial bahkan dapat menjadikan kita sebagai korban intimidasi atas cerita sedih yang dibagikan.

Pernah dengar istilah sadfishing? Ini istilah yang mulai populer pada tahun 2019 oleh penulis Rebecca Reid. Dia mendefinisikan sadfishing sebagai tindakan memposting materi pribadi yang sensitif dan emosional untuk mendapatkan simpati atau perhatian warganet.

Pengguna media sosial paling banyak kaum muda. Mereka lebih mungkin membagikan kesedihannya di media sosial ini.

Fenomena itu bisa membuat orang-orang tidak mendapatkan bantuan yang diperlukan. Sebuah survei Digital Awareness UK menemukan, tren sadfishing mempersulit remaja menghadapi tantangan kesehatan mental untuk mencari dukungan secara online.

Banyak di antara remaja tersebut justru mengalami intimidasi atau tanggapan negatif setelah memposting di media sosial tentang kesedihannya.

Selain itu, Newport Academy mengungkapkan, sejumlah besar penelitian menemukan bahwa orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di media sosial bisa menurunkan suasana hati dan meningkatkan gejala kecemasan dan depresi.

Sementara media sosial dapat membantu remaja terhubung dengan dunia luar, sadfishing tampaknya bukan cara produktif dan bermanfaat untuk mencari dukungan. Bahkan, tak jarang mereka dianggap lebay dan tampak menyedihkan.

Di sisi lain, predator online dapat menjangkau mereka yang mencari dukungan di internet. Remaja rentan lebih dianggap mudah untuk didekati dan menjadi calon korban predator. Semakin banyak remaja memahami tentang akibat sadfishing ini, semakin besar kemungkinannya mereka berpikir dua kali sebelum memposting.

Orang tua juga harus aktif saat anak-anak mereka melakukannya. Dalam konteks ini, ada 3 hal yang bisa dilakukan orang tua.

Pertama, jika melihat sadfishing di lini masa media sosial anak, orang tua perlu menanyakannya tanpa menunjukkan kekhawatiran berlebih. Misalnya dengan membuka percakapan seperti ini, “Tadi pagi kamu memposting ini. Bisakah kamu menceritakan lebih banyak perasaanmu?” Setelahnya, orang tua dapat aktif mendengarkan cerita mereka.

Selanjutnya, pastikan mereka tahu jika orang tua mendukung dan mencintainya tanpa syarat. Di usia remaja, anak-anak cenderung lebih sering menginginkan perhatian dari temannya ketimbang orang tua. Sadfishing mungkin salah satu caranya. Namun, dengan memastikan orang tua dapat diandalkan di masa-masa sulitnya, mereka akan lebih mendekat.

Kemudian, orang tua juga dapat memberi tahu efek postingan. Mereka mungkin tidak menyadari fenomena sadfishing sebenarnya bisa mencegahnya mendapatkan bantuan yang dibutuhkan terhadap masalah kesehatan mental.

Alangkah baiknya, saat membutuhkan dukungan bagikan ke orang terdekat atau kontak bantuan. Meski memiliki manfaat, media sosial juga bisa membahayakan diri sendiri. [dmr]