Scroll untuk baca artikel
Blog

Banyak Masjid Gagal Menjaga Martabat Muazin

Redaksi
×

Banyak Masjid Gagal Menjaga Martabat Muazin

Sebarkan artikel ini

Jadi, manpower masjid bertugas bukan sekadar menaikkan dan menurunkan volume speaker saat azan berkumandang. Penting pula bagi mereka memahami, ambil contoh, soal tekanan suara (Sound Pressure Level, SPL).

Pengetahuan SPL barangkali teramat penting. SPL dihitung dengan satuan desibel (dB). Pada umumnya, manusia dapat mentolerir SPL terhitung antara 60 dB sampai 80 dB. Seterusnya, telinga manusia akan mulai tidak nyaman jika mendengar tekanan suara dalam kisaran 90 dB sampai 120 dB.

Suara-suara yang membuat telinga manusia tidak nyaman itu antara lain ialah vacuum cleaner (80 dB), motor (100 dB), gergaji mesin (110 dB), bor listrik (114 dB), dan petir (120 dB).

Masalahnya, speaker corong yang umum dipakai masjid-masid kita rata-rata memiliki tekanan suara 110 dB. Itu setara dengan gergaji mesin atau hanya terpaut 10 dB dari batas ketidaknyamanan pendengaran manusia.

Pertanyaannya, apakah bisa pengeras suara masjid didesain agar volumenya tetap kencang tapi merdu, seperti suara Bilal? Harry Aprianto Kissowo, seorang sound engineer, ayah dari musikus Vidi Aldiano, pernah punya obsesi mengarah ke sana.

Sejak tahun 2009, Harry Kiss, panggilan akrabnya, memopulerkan perangkat suara yang dinamai Al-Karim. Al-Karim sendiri adalah salah satu jenama dagang dari perusahaan tata suara miliknya, V8sound.com.

Harry Kiss mengklaim, Al-Karim memiliki kemampuan menghasilkan suara sangat jernih dengan kekuatan yang tinggi. Dalam bahasa dia: “Kualitas volume suara ada, tetapi estetikanya tetap terjaga.”

Harry Kiss ingin mengubah anggapan miring soal buruknya kualitas sound system di dalam masjid. Selain produk speaker berjenama Al-Karim, Harry Kiss juga memproduksi speaker berjenama Bilal. Speaker merk Bilal ini, meski tekanan suara cukup tinggi, yakni di rentang 116 dB, diklaim memiliki kualitas vokal yang bagus.

Kualitas vokal itu datang lantaran speaker Bilal didukung dengan teknologi High Fidelity (Hi Fi). Pengertian Hi-Fi sendiri mengacu pada detail ketelitian suara output dengan meminimalisir noise ataupun polusi suara.

Pada speaker Hi Fi, fokus utamanya bukan sekadar menciptakan suara keras-keras, tetapi didukung pertimbangan hasil produksi suara yang sedetail mungkin antara sumber suara dengan output yang dihasilkan.

Yang ingin dikatakan adalah, bukan tidak mungkin masjid-masjid kita punya alunan azan yang indah, atau ceramah-ceramah yang dapat dimengerti. Dengan gencar memanfaatkan teknologi tata suara yang baik, bisa dibayangkan alangkah teduhnya masjid-masjid kita nanti, serta alangkah terjaganya martabat muazin-muazin kita. []