Oleh: Marwan Batubara*
Barisan.co – Paripurna DPR telah menetapkan pembentukan UU Cipta Kerja (Ciptaker) pada 5 Oktober 2020. RUU Ciptaker setebal 900-an halaman dibahas hanya 6 bulan sejak April 2020. Menurut pemerintah pembentukan UU Ciptaker bertujuan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya melalui perbaikan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha. Disebutkan, UU Ciptaker akan merubah struktur ekonomi dan sektor terkait, sehingga investasi dan produktivitas meningkat, lapangan kerja tercipta, ekonomi tumbuh dan rakyat makin sejahtera.
Jika tujuannya mulia, kenapa para buruh, mahasiswa, tokoh, aktivis, akademisi, kepala daerah, pakar, ormas dan berbagai kalangan rakyat menolak? Sebaliknya, jika pemerintah dan fraksi-fraksi DPR partai pendukung pemerintah berniat tulus meningkatkan kesejehteraan rakyat, mengapa pula harus membahas RUU Ciptaker terburu-buru, tertutup, abai kaidah moral, abai peraturan, memanipulasi iniformasi dan menebar ancaman?
Jawabnya, di balik pemaksaan kehendak tersebut ada kepentingan khusus, rekayasa dan agenda tersembunyi pro oligarki yang menyelinap dalam proses legislasi, sehingga berpotensi merugikan rakyat dan membahayakan kehidupan berbangsa. UU Ciptaker mungkin dapat meningkatkan investasi dan lapangan kerja, namun para anggota oligarki penguasa-pengusahalah yang akan untung besar. Tak heran, RUU Ciptaker dibahas dengan brutal dan menghalalkan segala cara, sesuai kehendak oligarki dan pemerintah, yang tampak semakin otoriter seperti diurai berikut ini.
Pertama, melanggar sila pertama Pancasila, karena pembentukan UU sarat prilaku moral hazard. Paripurna DPR menetapkan UU Ciptaker atas dasar dokumen sesat, karena draft final RUU sengaja disembunyikan. Dengan modus ini, meski sudah ditetapkan DPR, penguasa dapat saja merubah-rubah naskah RUU sesuka hati, sambil melihat sikon dan mengakomodasi aspirasi dan tuntutan publik. Secara moral, prilaku manipulatif ini jelas illegal, memalukan, immoral, merendahkan martabat bangsa dan pantas dipidanakan!
Hingga hari ini (12/10/2020) naskah akhir RUU malah belum diterima “partai oposisi”, PD dan PKS, apalagi untuk diakses publik. Jika Presiden Jokowi menuduh publik menolak UU Ciptaker atas dasar hoax, publik pun bisa pula mengatakan Presiden Jokowi penyebar hoax UU Ciptaker! Faktanya, justru klarifikasi Presiden Jokowi (9/10/2020) atas isu hoax yang berkembang di publik tersebutlah yang dinilai berpredikat hoax. Penilaian ini sesuai penjelasan Presiden KSPI Said Iqbal terkait isu-isu UMSP, UMSK, PHK, Hak Cuti, dll (12/10/2020).