BAGI publik Indonesia, bulan April, terutama jelang dan hari H tanggal 21, lekat dengan perbincangan soal perempuan. Ya, berkait dengan Ibu Kartini, yang Habis Gelap Terbitlah Terang itu. Namun saya, perihal isu perempuan, justru langsung terngiang pada Khadijah.
Khadijah, seorang janda cantik, pandai, dan terpandang, serta pedagang yang kaya raya. Dia biasa meminta orang-orang untuk menjalankan barang dagangannya, dan berbagi sebagian hasilnya kepada mereka. Nah, Muhammad saw. semasa remaja biasa menggembalakan kambing dari kalangan Bani Sa’d. Kemudian pada usia 25 tahun, beliau diminta oleh Khadijah untuk menjalankan barang dagangan, berdagang ke Syam.
Gus Baha dalam ceramah menuturkan, sebelum menikah dengan Nabi saw., Khadijah sudah mengerti betul bahwa semua alamat kenabian ada pada diri sang calon suami. Khadijah telah baca banyak referensi dari pamannya, Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul-Uzza, soal nabi akhir zaman. Waraqah adalah seorang Nasrani, yang menulis buku dan Injil dalam bahasa Ibrani.
Dari bacaan yang Khadijah selami, juga setelah mendengar kabar tentang kejujuran, kredibilitas dan kemuliaan akhlak Muhammad saw. yakinlah ia siapa beliau. Kemudian, untuk menguatkan bukti, Khadijah menyuruh pembantunya, Maisarah, mengawal perjalanan Muhammad saw. ke Syam. Dan, sepanjang perjalanan, Maisarah menyaksikan langsung, betapa alam, yakni awan, mengiring langkah pemuda Quraisy itu.
Maisarah melihat betapa mulia sifat Muhammad saw. Benar-benar cerdik dan betapa jujur beliau. Singkat cerita, setelah mendengar kesaksian Maisarah, Khadijah melamar Muhammad saw. “Sayidah Khadijah lama belajar kepada Waraqah bin Naufal, jadi pengetahuan Khadijah melampaui batas umurnya. Khadijah menikahi Nabi Muhammad saw. berdasarkan referensi itu.” ungkap Gus Baha.
Sebenarnya sudah banyak pemuka dan pemimpin kaum yang menghendaki Khadijah. Tapi ia selalu menolak. Dan takdir, karena pengetahuannya yang melimpah, telah menuntunnya untuk menjatuhkan pilihan hatinya kepada pemuda Muhammad saw.
Pada saat kedua pasangan mengikat ikrar, hal ini terjadi dua bulan sepulang Muhammad saw. dari Syam, Khadijah berusia 40 tahun, dan sang suami 25 tahun. Khadijah menjadi perempuan cantik pertama yang dinikahi Nabi Muhammad saw. Beliau tidak pernah menikahi wanita lain hingga Khadijah tutup usia. Mereka dikaruniai anak: Al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah, dan Abdullah.
Al-Qasim dan Abdullah meninggal dunia selagi masih kecil. Kemudian yang perempuan, selain Fathimah, juga menyusul meninggalkan dunia fana ini selagi Muhammad saw. masih hidup. Namun, ketiga putri itu masih sempat menyaksikan keberlangsungan Islam, dan sempat turut hijrah ke Madinah. Hanya Fathimah, yang meninggal dunia selang enam bulan sepeninggal Rasul saw.
Kembali ke soal Khadijah. Ada cerita menarik yang dituturkan Gus Baha, setelah 15 tahun menikah, alamat kenabian tidak kunjung muncul, Khadijah sempat meragu. Benar seorang nabi atau bukan suaminya. Lantas tibalah waktu, di usia 40 tahun—persisnya pada hari Senin, malam tanggal 21 bulan ramadan, atau bertepatan tanggal 10 Agustus 610—Muhammad saw. menerima wahyu. Khadijah adalah orang pertama yang diceritakan peristiwa itu, tatkala beliau menggigil layaknya terkena demam dan meminta Khadijah menyelimuti, seusai dari Gua Hira.
“Apa yang terjadi padaku? Aku mengkhawatiri keadaan diriku.” tutur Nabi saw.
“Tidak, suamiku. Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya, karena engkau suka menyambung tali persaudaraan, ikut membawakan beban orang lain, memberi makan orang yang miskin, menjamu tamu, dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.” hibur sang istri, Khadijah.