Scroll untuk baca artikel
Opini

Biarkan Tsamara Sendiri, Netizen Berhentilah Menggunjingnya

Redaksi
×

Biarkan Tsamara Sendiri, Netizen Berhentilah Menggunjingnya

Sebarkan artikel ini

Tidak bisakah kita membiarkan Tsamara sendirian? Hargailah saja keputusannya dan doakan itu yang terbaik untuknya.

SEJAK 18 April lalu, Tsamara Amany secara resmi mundur sebagai pengurus dan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Namun, netizen menduga keputusannya itu karena pengaruh suaminya, Ismail Fajrie Alatas yang tampak cenderung mendukung Anies Rasyid Baswedan.

Bahkan, netizen mencari cuitan suaminya yang mengapresiasi kinerja Anies dalam penanganan Covid-19. Dan, yang mengejutkan ialah cuitan itu ternyata dari tahun 2020. Tak habis pikir dengan netizen, betul-betul kerajinan urusan begini.

Saya tak tertarik membahas pilihan politik yang diambil oleh Tsamara atau pun Adjie. Namun, sebagai perempuan, saya menolak keras seseorang yang mengambil keputusan dalam hidupnya dikaitkan dengan suaminya.

Padahal, kita tahu sendiri, jauh sebelum menikah dengan Adjie, Tsamara telah lebih dulu bergabung dengan PSI.

Yang menjadi pertanyaan, “Tidak bisakah kita membiarkan Tsamara sendirian?” Toh, dia pun sudah dewasa, apa iya semua keputusan hidupnya harus diatur oleh suaminya termasuk pilihan politiknya? Termasuk, jika memang dipengaruhi Adjie, kenapa tidak sejak dulu, sebelum keduanya menikah? Atau sejak tahun 2020, ketika Adjie men-tweet kalimat tersebut?

Banyak hal yang tidak ketahui di balik dinding bernama rumah tangga. Kenapa dengan kejadian ini saya justru melihat masyarakat kita cenderung lebih tertarik dengan urusan seperti ini dibandingkan tetangga yang mengalami KDRT?

Bahkan, saat ini masih ada segelintir orang yang berpikir KDRT adalah ranah privat yang orang lain tidak boleh campuri. Sedangkan hal seperti ini heboh.

Toh, Tsamara sendiri telah mengklarifikasi melalui balasan cuitan yang menganggap keputusannya tersebut karena pengaruh suaminya. Tapi, hingga hari ini masih saja ada yang menggulirkannya.

Bagi perempuan khususnya, bisakah kita mendukung yang diambil oleh perempuan lainnya? Dan juga, bagi saya pribadi, membaca serangan kepada Tsamara seperti ini menyakitkan. Karena saya juga tidak suka diatur pasangan atas pilihan hidup terutama soal ideologi dan pilihan politik. Sebab, ini soal prinsip yang tidak bisa diganggu gugat.

Kita seharusnya bangga dengan pilihannya. Tsamara begitu berani mengambil keputusan sulit meninggalkan partai yang membesarkan namanya itu.

Kenapa sulit? Lima tahun itu bukan waktu yang sebentar. Saya yakin sudah begitu banyak waktu, tenaga, pikiran, dan biaya yang dihabiskan oleh Tsamara selama ini untuk PSI. Namun demikian, kita justru menghabiskan waktu dengan menggunjingnya seperti ini.

Biarkan saja Tsamara memilih. Apa pun keputusannya, doakan saja itu yang terbaik baginya. Ketimbang menghakiminya dengan omong kosong yang tak ada juntrungannya. Ingat, ini bulan puasa, perbanyak ibadah ketimbang ngeghibah.

Mari kita kembali ke pokok persoalan negeri ini. Yuk, ibu-ibu fokus pada kenaikan bahan pokok menjelang lebaran, minyak goreng yang belum juga turun, dan bapak-bapak tolong itu Pertamax naik dipikirkan yang jelas-jelas lebih bagus bagi mesin kendaraannya. [rif]