Scroll untuk baca artikel
Khazanah

BRIN Prediksi 1 Ramadan 3 April, Ini Penyebab Awal Puasa Berpotensi Beda

Redaksi
×

BRIN Prediksi 1 Ramadan 3 April, Ini Penyebab Awal Puasa Berpotensi Beda

Sebarkan artikel ini

Perbedaan keputusan dalam penentuan hilal atau awal bulan Ramadan bukanlah hal baru di Indonesia. Masyarakat mengenal dua metode dalam menentukan awal bulan di kalender Hijriyah, yaitu dengan metode hilal dan hisab.

BARISAN.CO – Penentuan awal Ramadhan 1443 Hijriyah ada kemungkinan tidak sama di Indonesia. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa kemungkinan besar 1 Ramadan 1443 Hijriyah jatuh pada 3 April 2022.

Hal ini tentu berbeda dengan apa yang telah diputuskan Muhammadiyah. Awal puasa menurut Muhammadiyah jatuh pada 2 April 2022. Keputusan itu dikeluarkan dan sudah diumumkan berdasarkan metode hisab wujudul hilal.

Profesor Riset Bidang Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin menyampaikan, perbedaan waktu atau tanggal awal Ramadhan ini karena pengamatan hilal di wilayah Indonesia berdasarkan garis awal Ramadhan.

“Garis tanggal tinggi 2 derajat sedikit di sebelah barat wilayah Indonesia. Artinya, sangat tidak mungkin akan terlihat hilal pada 1 April di wilayah Indonesia,” katanya, Senin (28/3/2022).

Menurutnya, dengan melihat garis tanggal awal Ramadan, terlihat jelas potensi perbedaannya. Karena hilal terlalu rendah untuk diamati. Umumnya di wilayah Indonesia tinggi bulan kurang dari 2 derajat. Ini menandakan rukyatul hilal (pengamatan hilal) pada saat Maghrib 1 April berpotensi tidak terlihat.

“Kalau pun ada yang melaporkan menyaksikan (hilal), itu sangat meragukan sehingga berpotensi ditolak saat sidang itsbat. Sehingga berdasarkan rukyat, 1 Ramadhan 1443 kemungkinan besar pada 3 April 2022,” jelasnya.

Dua Metode Penyebab Perbedaan Penentuan Awal Bulan di Kalender Hijriyah

Perbedaan keputusan dalam penentuan hilal atau awal bulan Ramadan bukanlah hal baru di Indonesia. Masyarakat mengenal dua metode dalam menentukan awal bulan di kalender Hijriyah, yaitu dengan metode hilal dan hisab.

Dua metode tersebut adalah cara penentuan awal bulan di kalender Hijriyah yang diterapkan oleh ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Nahdlatul Ulama menggunakan metode rukyat dengan berdasar pada pemantauan munculnya hilal baik dengan mata telanjang maupun menggunakan teleskop. Sementara Muhammadiyah menggunakan metode hisab atau perhitungan untuk menentukan waktu jatuhnya awal bulan baru.

Perbedaan awal puasa Ramadhan biasanya terjadi jika hasil hisab berbeda dengan hasil rukyatul hilal. Sementara hisab telah menentukan waktu kemunculan hilal dengan hitungan dengan acuan ijtimak atau konjungsi sebagai batas kulminasi awal dan akhir bulan, rukyatul hilal atau pengamatan hilal bisa memunculkan hasil berbeda.

Potensi perbedaan itu bermuara pada kriteria ketinggian minimal hilal dan elongasi saat dipantau pada 1 April. Terlebih sejak awal 2022, Kementerian Agama telah mengadopsi kriteria baru yaitu mengacu hasil kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).

Mengutip laman kemenag.go.id, Menteri Agama anggota MABIMS telah menyepakati untuk menggunakan kriteria baru yaitu tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Kriteria yang dipegang Kemenag merupakan hasil kompilasi seluruh dunia yang pernah disampaikan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang menyampaikan bahwa pemantauan hilal yang akurat adalah minimal tiga derajat. [rif]