Menurut pejabat kota, mesin tersebut telah mengurangi limbah makanan di kota sebesar 47.000 ton dalam enam tahun. Limbah yang dikumpulkan melalui skema diperas di pabrik pengolahan untuk menghilangkan kelembapan, yang digunakan untuk membuat biogas dan bio oil. Limbah kering diubah menjadi pupuk yang membantu menumbuhkan industri pertanian perkotaan di negara ini.
Pemerintah pusat dan kota di Korea Selatan juga secara aktif berinvestasi dalam program pertanian perkotaan, yang meliputi kursus pengomposan dan hibah proyek.
“Saya rasa warga yang peduli membuat kompos limbah makanan mereka sendiri dapat menjadi kontribusi penting untuk resirkulasi sumber daya,” kata Kwon Jung-won, seorang pensiunan berusia 63 tahun yang baru-baru ini dipekerjakan paruh waktu oleh pemerintah kota Seoul sebagai konsultan pupuk setelah menyelesaikan kursus akreditasi pengomposan.
Didanai sebagian oleh hibah, Kwon saat ini mengajar anggota jaringan pertanian perkotaan Geumcheon-gu cara membuat kompos limbah makanan sehari-hari menjadi pupuk.
“Melakukan ini di pertanian skala besar akan membuat perbedaan besar secara lingkungan, dan saya melihat proyek ini sebagai percontohan untuk itu,” katanya.
Jumlah pertanian perkotaan atau kebun masyarakat di ibu kota telah meningkat enam kali lipat dalam tujuh tahun terakhir, sekarang berjumlah lebih dari 170 hektar (meskipun ini adalah angka tahun 2019, angka saat ini mungkin jauh lebih tinggi). Pemerintah kota menyediakan antara 80% dan 100% dari biaya awal, dan sekarang memiliki rencana untuk memasang komposter limbah makanan untuk mendukung pertanian perkotaan.
Walaupun perkembangan ini sangat positif, beberapa orang menyebut, Korea Selatan perlu mengatasi akar masalahnya dan mengubah kebiasaan makannya untuk mengurangi jumlah limbah makanan yang dihasilkannya.
Kim Mi-hwa, ketua Jaringan Gerakan Tanpa Sampah Korea, mengatakan, “Ada batasan berapa banyak pupuk sisa makanan yang dapat digunakan. Artinya harus ada perubahan kebiasaan makan kita, seperti beralih ke budaya kuliner satu piring seperti negara lain, atau setidaknya mengurangi jumlah banchan yang kita keluarkan.”