PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia pada triwulan II-2022 diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 5,44% secara tahun ke tahun (yoy). Dihitung dari perubahan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar Harga Konstan Triwulan II-2022 (Rp2.923,68 triliun) dengan setahun sebelumnya atau Triwulan II-2021 (Rp2.772,94 triliun).
Sedangkan secara kumulatif selama satu semester sebesar 5,23%. Dihitung dari PDB harga konstan semester I-2022 sebesar Rp5.742,45 trilyun dibanding semester I-2021 sebesar Rp5.457,14 trilyun.
Pemerintah dan Bank Indonesia mensikapinya dengan suka cita. Antara lain karena pertumbuhan itu jauh melampaui capaian triwulan sebelumnya yang hanya 5,01%. Capaiannya pun di tengah risiko pelemahan ekonomi global dan meningkatnya tekanan inflasi.
Bank Indonesia menilai akselerasi kinerja ekonomi ditopang oleh permintaan domestik yang terus meningkat, terutama konsumsi rumah tangga dan kinerja ekspor yang tetap tinggi. Tercermin pula pada peningkatan pertumbuhan mayoritas lapangan usaha dan di seluruh wilayah.
Ke depannya, Perbaikan ekonomi diprakirakan oleh Bank Indonesia masih akan berlanjut. Namun, diingatkan untuk mewaspadai dampak perlambatan ekonomi global terhadap kinerja ekspor dan potensi tertahannya konsumsi rumah tangga akibat kenaikan inflasi.
Bagaimanapun, kinerja terkini tampak mengurangi kekhawatiran Bank Indonesia yang pada 21 Juli lalu merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022 menjadi 4,5-5,3%. Bahkan, kala itu dikatakan hanya akan tumbuh di bawah 4,9%.
Begitu pula dengan asumsi atau target APBN tentang pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, yang telah mulai dijelaskan kemungkinan terealisasi di bawahnya. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan kisaran 4,8-5,5%.
Kembali pada kinerja triwulan dua tahun 2022, BPS memberi informasi tentang pertumbuhan yoy masing-masing sektor dari 17 lapangan usaha. Lapangan usaha yang tercatat tumbuh di atas rata-rata (5,44%) antara lain adalah: Transportasi dan Pergudangan (15,79%), Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (9,76%), Pengadaan Listrik dan Gas (9,33%), Informasi dan Komunikasi (8,05%), dan Jasa Perusahaan (7,92%).
Terdapat 10 sektor yang tumbuh lebih rendah dari rata-rata. Diantaranya adalah: sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (1,37%), Industri Pengolahan (4,01%), Kontruksi (1,02%), Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (4,42%).
Tampak yang tumbuh pesat bukan lah lapangan usaha atau sektor yang terbilang fundamental bagi struktur ekonomi Indonesia saat ini. Termasuk dalam hal penyerapan atas tenaga kerja, bukan lah yang berporsi besar.
Lapangan usaha atau sektor Pertanian (termasuk kehutanan, perikanan) hanya tumbuh 1,37% dan secara kumulatif satu semester sebesar 1,29%. Pertumbuhannya cenderung menurun dan hampir selalu di bawah laju pertumbuhan PDB.
Sektor tanaman pangan sebagai bagian dari lapangan usaha pertanian bahkan hanya tumbuh 1,12% (yoy) pada triwulan II-2022. Pada triwulan sebelumnya kontraksi atau tumbuh minus 0,08%. Secara kumulatif semester satu hanya mencapai 0,55%.
Sementara itu, sektor perkebunan pun hanya tumbuh 0,27% (yoy) pada triwulan II-2022. Sebelumnya kontraksi atau tumbuh minus -0,24% pada triwulan satu, sehingga secara kumulatif semester satu hanya tumbuh 0,04%. Padahal, dalam sektor ini termasuk perkebunan besar.
Sektor industri pengolahan atau manufaktur masih memberi kontribusi terbesar pada pertumbuhan ekonomi, yakni sebesar 0,82%. Hal itu disebabkan porsinya dalam keseluruhan PDB (harga berlaku) masih yang terbesar, meski tumbuh lebih rendah dari rata-rata seluruh lapangan usaha.