Scroll untuk baca artikel
Blog

Catatan Mbak Siti – Cerpen Elly Fithriyanasari

Redaksi
×

Catatan Mbak Siti – Cerpen Elly Fithriyanasari

Sebarkan artikel ini

MATAKU menatap televisi namun tidak dengan pikiran ku. Aku masih merasakan sakit dan lemas. Bukan hanya fisik ku, tetapi batinku. Sinetron “Muslimah” masih terpampang, anak-anak sedang belajar. Nurul putri sulungku kini telah kelas tiga SMP, dia anak yang rajin dan pendiam. Rohmat, putra ke dua ku kini kelas lima SD, dia anak yang gesit dan periang. Aah, Tuhan begitu baik memberikan ku buah hati yang penurut.

“Kamu sakit, Bu?”
Suara di samping ku sedikit mengagetkan ku.

“Ndak apa-apa kok, Pak. Cuma agak capek”
Ku lempar senyum ke suamiku.

“Ndak apa-apa kok, Pak. Insya Allah masih kuat” ku permanis senyuman ku

Suamiku orang yang paling perhatian. Sehari-hari dia melayani reparasi barang-barang elektronik di rumah. Kehidupan kami memang sangat pas-pasan. Hanya cukup untuk keperluan harian yang seadanya, bahkan sering ngebon di warung mbak Minah hanya untuk beli sembako. Karena itulah kuputuskan untuk bekerja, sebagai pembantu rumah tangga. Suamiku sangat keberatan saat aku mengajukan keinginanku untuk bekerja.

“Ndak usah sajalah, Bu”
“Kenapa ndak boleh, Pak?”
“Apa Ibu ndak malu? Jadi pembantu itu bukan cuma capek, tapi harus kuat hati”
“Ndak apa-apa, Pak. Kebutuhan kita semakin banyak. Apa-apa sekarang mahal. Apalagi untuk sekolah anak-anak kita. Kalau hanya dari penghasilan Bapak, ya mana mungkin cukup”
“Tapi, Bu…”
“Tolonglah, Pak. Izinkan Ibu untuk bekerja. Lha ibu ndak punya keterampilan apa-apa, bisanya ya cuma jadi pembantu. Yang penting halal, Pak”
“Ya, sudah. Tapi jangan dipaksakan ya”
“Jangan khawatir, Pak”

Kuberikan senyuman untuk suamiku. Dia memeluk ku haru. Sampai saat ini sudah dua tahun berjalan. Aku bekerja sebagai pembantu di sebuah kompleks perumahan mewah di dekat kampung ku. Tugasku setiap hari selayaknya pembantu pada umumnya, menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika dan lainnya.

Namun aku tidak tinggal menginap, tetapi pulang saat pekerjaanku telah selesai. Sampai sekarang ada lima keluarga yang membutuhkan jasa ku. Rata-rata majikan ku orang yang baik. Sampai saat ini aku belum pernah bermasalah dengan mereka. Setiap hari aku mampu membatu di tiga tempat. Aku dibayar berdasarkan kedatanganku. Dan alhamdulillah kebutuhan kehidupan keluarga kami agak membaik.

Tapi ada seorang majikan laki-laki ku yang berbeda. Namanya pak Tomi, umurnya kira-kira kepala empat. Istrinya, bu Siska, beliau yang sangat baik. Dadaku terasa sesak saat mengingat kejadian sore tadi. Saat aku sedang menyeterika pakaian di dalam salah satu kamar di lantai bawah. Pak Tomi tiba-tiba masuk ke kamar tempatku menyeterika, pintunya memang terbuka. Semula dia menyapaku ramah.