Tapi ya sudahlah mau dikata apa lagi. Namanya juga keyakinan. Menurut orang-orang di kampung tempat tinggal Mak Darsem, Hansip Diran anaknya terkena sawan mata. Yaitu sebuah keadaan dimana mata seseorang tiba-tiba dapat melihat kegaiban. Biasanya orang yang terkena sawan mata akan melihat sosok makhluk bermulut besar, berhidung besar, bermata besar dan berperut buncit berkeliaran di mana-mana. Lidah makhluk yang mengerikan itu kabarnya selalu terjulur menjijikkan.
Orang kampung biasa menyebut makhluk mengerikan itu dengan sebutan Buto Genthong. Masih menurut keyakinan orang kampung juga, Buto Genthong itu adalah makhluk jahat, rakus dan serakah. Ia menggunakan seluruh kekuatan dan kesaktiannya untuk merampas, mengambil dan merampok apa saja yang ia inginkan. Namanya juga makhluk jahat tentu saja sudah tidak peduli lagi dengan halal dan haram. Pendek kata embat saja jika memang ingin.
Ketika Mak Darsem masih tenggelam dalam sisa doa paginya, tiba-tiba saja pintu kamar rawat inap itu dibuka dari luar. Selanjutnya seorang dokter ditemani oleh seorang perawat terlihat berjalan masuk menghampiri Hansip Diran yang masih tergolek mengatupkan matanya. Di saku atas jas dokter tersebut terselip sebuah name tag.
Sekilas mata Mak Darsem sempat mengeja deretan huruf yang terpampang di name tag itu. Dr. Budiman. Begitulah bunyi ejaan deretan huruf-huruf yang ada di name tag dokter tersebut.
“Pagi Mak!” sapa dokter Budiman seperti sengaja hendak menggugah keheningan doa Mak Darsem.
Tanpa perlu menunggu jawaban dari Mak Darsem, Tangan dokter Budiman telah terlihat menempelkan punggung tangannya ke jidat Hansip Diran.
Ajaib, seketika itu juga mata petugas keamanan kantor desa tersebut membuka matanya. Seulas senyum tampak menghiasi bibirnya. Padahal hari-hari sebelumnya Hansip Diran tak sekejap pun berani membuka kelopak matanya.
“Sudah tidak pusing lagi ya Pak?” tanya dokter Budiman dengan lembut dan ramah.
Sementara itu perawat terlihat sibuk mengukur tekanan darah dan suhu tubuh Hansip Diran. Mak Darsem yang sedari tadi hanya duduk tercenung berusaha membantu sebisanya ketika perawat tersebut menyiapkan obat untuk diberikan kepada Hansip Diran.
“Obatnya diminum dulu Pak!” kata perawat tersebut sambil berusaha membantu Hansip Diran duduk.
“Kalau keadaannya stabil seperti ini,nanti sore Bapak sudah boleh pulang!” sambung dokter Budiman setelah membaca laporan yang disodorkan oleh perawat yang mendampinginya tersebut.
“Sesampai di rumah nanti silahkan ajukan cuti barang beberapa hari. Nanti akan Saya buatkan surat pengantarnya. Jangan keburu bekerja,” sarannya lagi sembari menulis sebuah memo di atas kertas notesnya. Nada bicaranya terdengar sangat penuh perhatian.