Danantara mendapat suntikan dana fantastis dari bank asing, namun benarkah ini tanda kepercayaan atau justru utang berbunga tinggi?
BARISAN.CO – Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia dikabarkan akan menerima pendanaan baru senilai US$10 miliar atau sekitar Rp162 triliun (asumsi kurs Rp16.200 per dolar AS) dari perbankan asing.
Informasi tersebut diumumkan langsung oleh Kepala BPI Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, dalam acara peresmian Wisma Danantara Indonesia di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Senin (30/6).
Pendanaan jumbo itu disebut sebagai bukti kepercayaan investor asing terhadap Danantara. “Juli mendatang, lembaga ini diproyeksikan mendapatkan tambahan pendanaan baru sebesar 10 miliar dolar dari perbankan luar negeri,” ujar Rosan sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia.
Rosan menambahkan, sejak peluncurannya pada 24 Februari 2025, Danantara telah menjalin kerja sama investasi senilai US$7 miliar dengan sejumlah negara seperti Qatar, Rusia, Tiongkok, dan Australia. Selain itu, Danantara juga disebut telah mengelola aset lebih dari US$1 miliar dan menaungi 889 badan usaha milik negara (BUMN) strategis.
Namun, angka-angka tersebut menuai perhatian dan sorotan dari ekonom Bright Institute, Awalil Rizky. Dalam kanal YouTube miliknya, ia menekankan bahwa pendanaan US$10 miliar dari perbankan asing merupakan utang, bukan hibah atau penyertaan modal.
“Kalau sumbernya dari bank, bentuknya pasti utang. Bisa berupa pinjaman langsung atau obligasi yang dibeli oleh bank. Yang jelas, itu ada bunga dan harus dibayar kembali,” ujar Awalil melalui channel YouTubenya, Selasa (1/07/2025).
Ia menilai, narasi kepercayaan asing terhadap Danantara perlu dicermati secara kritis.
“Kepercayaan itu artinya mereka bersedia memberi pinjaman karena ada jaminan berupa aset atau laba BUMN yang dikelola Danantara. Tapi, ini tetap utang dengan risiko. Bukan sesuatu yang bebas biaya,” lanjutnya.
Awalil juga menyoroti angka 889 BUMN yang disebut berada di bawah naungan Danantara. Menurutnya, jumlah resmi BUMN di Indonesia hanya sekitar 70-an. Ia menduga ada kekeliruan dalam penyampaian atau penulisan data.
Menanggapi konteks politik anggaran, Awalil mengaitkan kabar ini dengan pernyataan Menteri PUPR beberapa waktu lalu yang menyatakan tidak akan mengambil utang dari luar negeri.
“Padahal, salah satu sumber pendanaan proyek perumahan rakyat disebut berasal dari Danantara, yang ternyata dananya juga berasal dari asing. Ini menunjukkan pengelolaan yang tidak sederhana,” jelasnya.
Lebih lanjut, Awalil mengingatkan publik untuk tidak menelan mentah-mentah setiap pemberitaan atau pernyataan pejabat. Menurutnya, Danantara saat ini tidak hanya mengelola dana hasil laba BUMN, tetapi juga menjalankan fungsi sebagai lembaga pembiayaan yang aktif berutang untuk investasi.