Scroll untuk baca artikel
Blog

Dawuh – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Dawuh – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

Sendika dawuh Kyai!” jawab Kang Mat mantap.  Kang Mat sendiri heran, mengapa ia tiba-tiba menjawab sedemikian mantapnya.  Ia sendiri tidak tahu apakah kemantapannya itu didorong oleh rasa kepatuhannya kepada dawuh Kyai Jamil gurunya tersebut atau hanya sekedar rasa ingin merubah nasibnya saja. 

Sebelum Engkau dipasrahi untuk menjadi imam masjid di sana, warga di sana memberimu hadiah untuk berangkat haji.  Mereka ingin Kyainya kelak orang yang sudah sempurna menjalankan rukun islam,” sambung Kyai Jamil lagi.  Mendengar bahwa ia akandihajikan , hati lelaki kampung itu semakin berbunga-bunga.  Di benaknya sudah terbayang betapa ia nanti akan dipanggil Kyai Haji.  Sebutan yang tak hanya keren tapi juga gimana gitu, batin Kang Mat sembari tersenyum sendiri membayangkan betapa kerennya panggilan itu.

“Ajak sekalian istri dan anakmu pergi haji,” ujar Kyai Jamil lagi.  Mendengar bahwa anak dan istrinya juga akan mendampinginya haji, Kang Mat terasa melayang ke langit shaff 7.

“Alkhamdulillah Ya Allah!  Akhirnya Engkau jawab juga doaku selama ini,” pekik hati Kang Mat gembira.  Hati lelaki itu semakin terharu biru.  Tak terasa ada setetes air matanya yang luruh.  Lelaki itu sedemikian terharunya dengan anugerah yang tiba-tiba saja menghampirinya.     

“Apa susahnya jadi imam masjid dan takmir masjid, tokh paling-paling hanya mimpin sholat, mimpin yasinan, mengisi taklim, mimpin kenduri, atau mentalkim mayit yang hendak dikubur,” begitulah pikir Kang Mat membayangkan tugasnya ketika nanti sudah sampai di kota.

“Paling banter tambahan tugasnya adalah setelah sholat Ashar mengajar anak-anak membaca Al Quran,” batinnya lagi.  Itu semua sudah biasa ia lakukan. 

“Kang Mat ini sudah biasa mewakili Saya jika ada undangan untuk mengisi pengajian kampung semacam pengajian selapanan, pengajian Rebo Wagean atau khotbah nikah,” terang Kyai Jamil kepada tamu-tamunya.  Mendengar penuturan Kyai Jamil barusan, para tamunya tersebut serempak terlihat manggut-manggut.  Mungkin mereka merasa inilah sosok yang mereka cari.

“Selain itu mereka juga sudah menyediakan rumah tinggal untuk keluargamu.  Bahkan Kamu akan mendapat gaji bulanan yang jumlahnya lebih dari cukup,”  terang Kyai Jamil kepada Kang Mat ketika dilihatnya Kang Mat dengan senang hati menerima amanatnya tersebut.  Namun demikian sebenarnya Kang Mat masih menyimpan sebersit kekhawatiran, yaitu bagaimana nanti dengan tugas yang biasanya ia jalankan di pondok pesantren selama ini.