Scroll untuk baca artikel
Blog

Dawuh – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Dawuh – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

“Biarlah tugasmu di sini diambil alih oleh jupri.  Sudah waktunya ia menerima tugas yang lebih berat,” seloroh Kyai Jamil menepis keraguan Kang Mat.  Lelaki tua itu seperti tahu apa yang tengah dipikirkan oleh Kang Mat.  Mendengar ucapan Kyai Jamil, kemantapan Kang Mat semakin menjadi-jadi saja.

Sebulan pertama ia tinggal di kota, ujian pertama datang.  Kyai Jamil mangkat.  Selanjutnya tampuk kepemimpinan pesantren jatuh ke tangan Jupri.  Putra laki-laki Kyai Jamil yang menjadi adik seperguruannya itu.  Dan sejak saat itu pula ujian demi ujian seolah-olah datang bertubi-tubi menemuinya.

Entah kapan tepatnya, suatu pagi ketika Kang Mat hendak membersihkan tempat wudhu, tiba-tiba saja Pak Camat dan Komandan Polisi yang berkantor di dekat masjid datang menemuinya.  Kang Mat sendiri heran mengapa kedua petinggi kecamatan itu mendatanginya.  Padahal bukankah ia yang seharusnya ditimbali.

“Begini Pak Ustad, Kami minta tolong supaya seluruh jamaah yang Pak Ustad asuh diarahkan untuk mencoblos yang ini!” ucap Pak Camat setengah berbisik sembari menunjuk sebuah foto pasangan calon wali kota.  Mendengar perkataan Pak Camat tersebut, Kang Mat terdiam untuk beberapa saat.  Lelaki itu seperti bingung hendak darimana ia akan mulai menjawab permintaan Pak Camat tersebut.

“Tapi Pak, menurut Al Quran seorang pemimpin tidak boleh diangkat dari kaum perempuan.  Pemimpin haruslah seorang laki-laki!” jawab kang Mat juga setengah berbisik.  Kepalanya celingukan ke kanan dan ke kiri.  Ia takut pertemuan itu diketahui oleh orang lain.

“Tapi pasangan inilah yang telah menjadi donatur terbanyak dari pembangunan masjid ini Pak Ustad!” tegas Komandan Polisi sambil menawarkan rokok kepada Kang Mat.  Tanpa sungkan kang Mat pun menjumut sebatang.  Beberapa kepulan segera membubung ke langit-langit masjid.  Pikiran lelaki kampung itu segera dirasuki oleh kebingungan.

“Ini satu-satunya calon yang ngefriend dengan kita Pak ustad!  Yang lain lewat,” tambah Pak Camat sambil menepuk bahu Kang Mat.  Sejak Kang Mat menjadi ketua takmir, jamaah di masjid dekat kantor kecamatan itu memang meningkat fantastis.  Bahkan Kang Mat menjadi ustad favorit ketika ada pengajian-pengajian di komplek-komplek perumahan di sekitar masjid tersebut.

“Kami percaya saja kepada Pak Ustad!” ujar Pak Camat sekali lagi sambil menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat.

“Ini ada sedikit titipan dana untuk pengembangan madrasah di masjid sini Pak Ustad!” ucap Komandan polisi sambil berpamitan pulang.  Sekali lagi Kang Mat dibuat bingung oleh tamu-tamunya tersebut.  Dan setelah bermunajat beberapa malam akhirnya Kang Mat memutuskan bahwa permintaan Pak Camat bukanlah sesuatu yang salah.  Namun begitu ia sebenarnya belum dapat menerima jika perempuan menjadi seorang pemimpin.  Yang paling penting bagi Kang Mat adalah bahwa calon tersebut telah berbuat baik dengan membantu kegiatan madrasahnya.