“Mimpi itu jadi kenyataan karena yang mengontrol adalah alam ruh. Alam ruh bisa menjadi tumbul, menjadi bodoh gara-gara terpenjara dengan batas (masjuunun bimukhiidhotin) dan terbatas dengan bentuk (wamakhshuurun fii haikaali daatihi),” jelasnya.
Tapi jika derajat atau maqomnya, menurut Gus Baha sudah tinggi sudah terlepas dari itu semua. Sebagaimna Rasulullah Saw bersabda dalam hadis qudsi: Jika aku mencintainya maka aku menjadi pendegarannya yang dia gunakan untuk mendengarkan dan pengelihatan yang dia gunakan untuk melihatnya.
فَبِي يَسْمَعُ وَبِي يُبْصِرُ وَبِي يَبْطِشُ وَبِي يَمْشِي
Artinya: “Dengan-Ku dia mendengar, dengan-Ku dia melihat, dengan-Ku dia memukul, dengan-Ku dia berjalan.”
“Orang yang sudah benar-benar beribadah, dekat dengan-Ku, Firman Allah: mata matanya dia adalah mata-Ku, tangannya juga tangan-Ku,” ujar ulama dari Rembang ini.
Lalu Gus Baha melanjutkan bisa kamu bayangkan, orang dinyatakan oleh Tuhan tangannya juga tangan-Ku, matanya juga mata-ku. Jadi, meski hidup di Mbedudakan tetap bisa melihat Makkah. Sebab Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengarkan.
“Itu orang yang derajatnya sudah seperti Syekah Abdul Qoadir Jailani, seperti Abul Hasan As-Syadzili. Kamu lihat cerita para waki dengan muridnya itu sangat luar biasa. Jika menasehati ketika muridnya mau berpergian, semua ini karena alam ruh,” sambung pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA ini.
Gus Baha berpesan sekarang, walaupun kita tidak melakukan, jangan sampai kamu tidak percaya atau bilang itu tidak masuk akal. Hal itu tidak butuh persetujuan akal. Terlebih lagi jika akal kita adalah akal jelek.
“Makanya ketika saya bertemu orang-orang sekuler, “Itu tidak masuk akan Pak Baha” Walau bagaimanapun, saya tidak masuk akal agama itu tidak butuh persetujuan akalmu. Bahkan, tidak masuk akalmu, agama menjadi baik. Jika sesuai akalmu maka agama akan rusak,” jelasnya.[]