Scroll untuk baca artikel
Terkini

Desa Bergerak, Cara Jarnas Sanak ABW Bengkulu Bantu Tekan Kasus Stunting

Redaksi
×

Desa Bergerak, Cara Jarnas Sanak ABW Bengkulu Bantu Tekan Kasus Stunting

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Ketua Jaringan Nasional (Jarnas) Sanak ABW Provinsi Bengkulu, Epita Darnela mengungkapkan, salah satu program unggulan yang rutin dilakukan Jarnas Sanak ABW Provinsi Bengkulu adalah desa bergerak.

“Kita mengedukasi tentang penanaman yang baik, pemupukan, dan lain-lain, yang saat panen, hasilnya untuk dikonsumsi masyarakat. Saya memberikan informasi tentang ketahanan pangan dan stunting,” katanya pada Selasa (17/1/2023).

Melalui program tersebut, dia bersama timnya berkeliling dari desa ke desa sekaligus menyosialisasikan tentang Jarnas ABW dan Anies Baswedan.

Dua minggu yang lalu, Epita mengatakan, penanaman kacang dilaksanakan di Desa Gunung Ayu, Kecamatan Seginim, Kabupaten Bengkulu Selatan. Kepada Desa Gunung Ayu, Mikardin turun mendampingi warga desa dalam kegiatan tersebut.

Selain itu, Jarnas Sanak ABW Provinsi Bengkulu juga mengedukasi masyarakat juga agar tidak ketergantungan dengan beras.

“Saya edukasi dengan memberi alternatif pangan non beras, seperti jagung, ubi rambat, dan ubi kayu. Ada juga yang protein dengan melakukan budi daya lele,” tambahnya.

Pemerintah menargetkan prevalensi stunting di tahun 2024 mencapai angka 14 persen. Sedangkan, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen. Khusus Provinsi Bengkulu, angka stunting mencapai 22,1 persen.

Stunting bisa terjadi karena kurang asupan nutrisi. Berbagai faktor memengaruhi apa yang dimakan orang, dan ketersediaan pasar memainkan peran penting. Terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs), pilihan belanja makanan yang dekat dengan rumah penduduk dapat sangat mengubah nutrisi dan asupan kalori rumah tangga.

Supermarket menawarkan jenis makanan tertentu yang mencakup variasi barang yang lebih banyak, dipasok dalam kemasan yang lebih besar, dan beragam pilihan makanan olahan dan ultra-olahan.

Ketersediaan supermarket meningkat pesat di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Lingkungan makanan mengalami perubahan yang cepat: supermarket tidak hanya tersedia di kota-kota besar, tetapi juga di daerah pinggiran kota dan kabupaten. Jumlah gerai ritel kecil seperti mini market dan convenience store, baik di perkotaan maupun pedesaan semakin meningkat. Pada tahun 2018, pertumbuhannya adalah 6-9%. Kemudahan akses membuat supermarket dan toko-toko kecil menjadi pilihan makanan alternatif dari pasar tradisional, dan mereka berkontribusi dalam membentuk sistem pangan baru.

Mengingat risiko yang terkait dengan perubahan lingkungan makanan, konsumen perlu memiliki pemahaman yang memadai tentang diet, sehingga mereka dapat memilih makanan yang lebih sehat dan bergizi untuk dirinya dan keluarganya.

Anak-anak yang mengalami stunting cenderung menderita penyakit kronis terkait pola makan, kekebalan yang lemah, dan respons yang lebih rendah terhadap vaksin, membuat mereka lebih rentan terhadap berbagai masalah kesehatan jangka panjang.

Malnutrisi tidak hanya mempengaruhi kesehatan anak, tetapi juga menghambat perkembangan mereka di masa depan. Anak-anak yang menderita stunting mungkin tidak pernah tumbuh setinggi mungkin atau mengembangkan potensi kognitif penuh mereka. Sekitar 43 persen anak balita di negara berpenghasilan rendah dan menengah berisiko tinggi mengalami kemiskinan karena stunting.

Sementara, anak-anak yang kerdil memperoleh penghasilan 20 persen lebih rendah sebagai orang dewasa daripada rekan-rekan mereka yang tidak kerdil. Ibu yang terkena malnutrisi juga lebih cenderung memiliki anak yang menderita stunting, yang ini melanggengkan siklus kemiskinan dan kekurangan gizi. [rif]