Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Dibalik Angka Kemiskinan September 2022

Redaksi
×

Dibalik Angka Kemiskinan September 2022

Sebarkan artikel ini

Oleh: Awalil Rizky, Ekonom Bright Institute

TINGKAT kemiskinan cenderung meningkat jika terjadi resesi, apalagi krisis ekonomi pada suatu negara. Indonesia mengalaminya saat krisis ekonomi 1997/1998 yang menambah jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan secara sangat signifikan. Ketika pandemi berdampak resesi ekonomi tahun 2020 pun terjadi hal serupa, meski dengan skala yang lebih kecil.

Jumlah penduduk miskin meningkat dari 24,79 juta orang per September 2019 menjadi 27,55 juta orang pada September 2020. Sedangkan persentase penduduk miskin meningkat dari 9,22% per September 2019 menjadi 10,19% per September 2020.

Penurunan jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan ketika pemulihan ekonomi butuh waktu yang lebih lama dari kenaikannya akibat krisis atau resesi. Kenaikan saat krisis tahun 1997/1998 yang hanya berlangsung 1-2 tahun baru bisa diturunkan kembali ke tingkat pra krisis setelah 6-7 tahun. Terkini, jumlah penduduk miskin per September 2022 tercatat masih sebanyak 26,36 juta orang, dan tingkat kemiskinan masih sebesar 9,57%, atau lebih tinggi dari September 2019.

Berdasar fakta tersebut bisa dikatakan bahwa pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi covid-19 belum sepenuhnya terjadi. Bahkan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 yang diprakirakan sekitar 5,20% hanya mengurangi sedikit jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan selama setahun (September 2021-September 2022). 

Perkembangan kondisi kemiskinan tersebut serupa dengan kondisi ketenagakerjaan. Keduanya memang berhubungan sangat erat. Tingkat Pengangguran Terbuka pun belum kembali pada level sebelum pandemi. Dilihat dari sisi lain, mengindikasikan pula kurang berkualitasnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Badan Pusat Statistik (BPS) memakai Garis Kemiskinan (GK) untuk menentukan seorang penduduk termasuk miskin atau tidak. GK merupakan nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Penduduk miskin merupakan penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK.

GK nasional per September 2022 ditetapkan oleh BPS sebesar Rp535.547 per kapita per bulan. GK mengalami perubahan tiap bulan Maret dan September, ketika dilakukan perhitungan jumlah dan persentase penduduk miskin. Selama ini GK selalu mengalami kenaikan.

GK nasional per September 2022 tersebut mengalami kenaikan sebesar 10,16% dari September 2021 yang sebesar Rp486.168. Pada saat bersamaa, GK wilayah perkotaan mengalami kenaikan 10,31%, dan wilayah perdesaan sebesar 9,72%.

Persentase perubahan GK bisa saja diartikan sebagai tingkat kenaikan harga-harga (inflasi) yang dihadapi penduduk miskin. GK terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). GKM ditetap berdasar data sekitar 52 komoditas makanan dan GKBM dari data sekitar 51 komoditas.

Komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di perdesaan, pada umumnya hampir sama. Diantaranya adalah: Beras, Rokok kretek filter, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Sedangkan komoditas bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar antara lain adalah perumahan, bensin, dan listrik.

Kenaikan GK selalu lebih tinggi dari tingkat inflasi umum (Indeks Harga Konsumen) pada kurun waktu yang sama. Sebagai contoh, tingkat inflasi umum bulan September 2022 (y-on-y) hanya sebesar 5,95%. Padahal, kenaikan GK nasional mencapai 10,16%. Dengan kata lain, tingkat inflasi yang dihadapi oleh penduduk miskin justeru lebih tinggi dibanding penduduk yang tidak miskin.