Alam pikiran transaksional merupakan dasar yang membuat mereka memusuhi KPK. Taufik Bahaudin menilai, sebetulnya budaya yang menjurus koruptif ini dapat diubah dimulai dari level kepemimpinan nasional. Jika transformasi mindset dapat dilakukan, niscaya seluruh fungsi kepemerintahan akan berjalan secara beres.
“Apakah kita bisa berubah dari level korupsi yang menggurita sekaranga ini? Bisa asalkan harus dimulai dari level kepemimpinan nasional. Leadership kepemimpinan harus memulai melalukan transformasi budaya” Ujar Taufik Bahaudin yang juga aktivis Universitas Indonesia.
Sementara itu, ekonom Achmad Nur Hidayat menyatakan KPK tidak bermanfaat lagi bagi penegakan kejujuran dan pemberantas korupsi di Indonesia. Dari sisi anggaran, kemandulan itu menyiratkan pesan bahwa tak perlu lagi memberikan anggaran tambahan kepada KPK di 2022.
“KPK meminta dana tambahan Rp403 miliar untuk 2020 sehingga menjadi Rp1,49 triliun dari Rp1,15 triliun 2021. DPR seharusnya jangan serta merta memenuhinya. Harus ada target pemberantasan korupsi yang jelas dan kepastian penyerapannya,” ujar Achmad Nur Hidayat.
Achmad Nur Hidayat menyebut banyak alternatif untuk menampung anggaran tersebut. “Bila KPK tidak bisa memberi kepastian korupsi diberantas maka sebaiknya KPK tidak perlu diberi tambahan. Lebih baik dana yang ada diberikan ke sektor yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi tinggi.”
“Indonesia butuh pemulihan ekonomi. Daya serap yang rendah dapat menghambat pemulihan ekonomi. KPK harus beri kepastian dan konflik di tubuh mereka harus diakhiri,” pungkas Achmad Nur Hidayat. [dmr]