BARISAN.CO – Korban prostitusi umumnya perempuan. Mereka rentan disalahkan karena dianggap melakukan perbuatan yang berdosa. Namun, jarang disadari bahwa mereka mungkin saja menjadi korban perdagangan seks yang dilakukan oleh keluarganya.
Pada sebuah episode serial TV How To Get Away with Murder, Annalise Keating (Viola Davis) menjadi pengacara pembela bagi seorang perempuan berusia 50 tahun. Perempuan itu saat berusia 13 tahun dijual oleh ayahnya demi narkoba. Hidup perempuan itu hancur. Ia berkali-kali masuk penjara sejak usianya 18 tahun.
Annalise menganggap itu adalah kesalahan negara yang tidak dapat melindungi seorang anak dari perdagangan manusia. Pengadilan pun meminta maaf kepada perempuan itu karena tidak dapat melindunginya saat masih remaja dan ia pun dibebaskan.
Anak-anak lebih sering menjadi korban perdagangan seks keluarga. Mereka dijajakan anggota keluarganya dengan imbalan uang, obat-obatan, atau hal berharga lainnya.
Penyintas perdagangan seks keluarga dan penulis “What Happened to Me?!: Healing for Sex Trafficking Survivors” mengatakan pengkhianatan mutlak dilakukan seorang kerabat sangat jahat yang menjual keluarganya demi keuntungan.
“Kebanyakan kerabat menjual anak perempuan karena kebiasaan narkoba mereka. Beberapa menjualnya karena kemiskinan. Dan yang lain menjualnya karena mereka pikir itu keren untuk memiliki seseorang seperti Anda untuk dibagikan kepada teman-temannya demi mendapatkan uang,” kata Toni, dikutip dari encstophumantrafficking.com.
Bukan hanya di negara Barat, di negara seperti Indonesia, perdagangan seks keluarga juga terjadi.
Nadine (nama samaran) merupakan salah satu korban perdagangan seks keluarga. Ia menceritakan kejadian itu ia alami saat masih remaja.
“Saya masih terlalu dini. Saya juga tidak memahami tentang seks jaman itu karena dianggap tabu apalagi soal eksploitasi,” kata Nadine.
Saat itu, Nadine dibawa oleh pamannya ke suatu tempat dengan iming-iming akan diajak senang-senang. Ia terlalu polos, Nadine pun mengikuti ajakan pamannya tersebut.
“Saya dibawa ke sebuah rumah. Di sana, ada beberapa permen, mainan, dan pakaian. Sebagai seseorang yang masih naif saat itu tentu saja saya senang,” lanjut Nadine.
Nadine sebenarnya meminta pamannya untuk tidak meninggalkannya saat itu. Namun, nahas baginya, ia ditinggalkan oleh seorang laki-laki paruh baya.
“Jelas itu meninggalkan trauma bagi saya. Namun, saya tidak bisa apa-apa, kecuali menangis. Saya juga takut cerita kepada keluarga karena diancam. Setiap paman datang ke rumah dan mengajak pergi, saya hanya mengikutinya,” tutur Nadine.
Nadine menyebut bahwa ia menjadi korban perdagangan keluarga cukup lama. Saat orangtuanya memutuskan untuk pindah ke kota lain, Nadine menemukan harapan jika ia bisa menemukan harapan baru.
Sayangnya, bayang-bayang itu masih melekat di kepalanya. Ia terkadang merasa khawatir jika suatu hari akan bertemu salahs atu laki-laki yang pernah menggagahi tubuhnya.
“Saya merasa rendah diri. Saat bertemu seseorang yang serius untuk menjalani hubungan serius, saya memilih mundur. Saya takut ia akan mengetahui masa lalu saya,” jelas Nadine.
Namun, Nadine tidak ingin berlarut dengan ketakutan itu.
“Kini, saya telah bahagia dengan keluarga saya. Pasangan saya pun mengetahui apa yang saya alami. Ia menyadarkan saya bahwa yang saya alami bukan kesalahan saya. Akhirnya, saya harus berhenti menyalahkan diri sendiri atas tragedi yang saya alami tersebut,” tegas Nadine.
Nadine bukan satu-satunya korban perdagangan seks di tanah air. Di luar sana, masih ada korban lainnya. Keluarga, masyarakat, dan pemerintah perlu memberikan agar tidak ada lagi yang terseret menjadi korban seperti yang dialami oleh Nadine.