Starbucks secara terang-terangan melawan serikat pekerja. Bukan hanya diancam, dipecat, dan dimata-matai, mulai Oktober mendatang, kenaikan gaji juga hanya akan berlaku bagi karyawan yang tidak tergabung dalam serikat pekerja.
BARISAN.CO – Oktober mendatang, Starbucks akan mulai menaikkan gaji karyawannya. Namun, dengan catatan, mereka tidak tergabung dalam serikat pekerja.
Hal itu disampaikan oleh CEO Interim Starbucks, Howard Schultz. Menurutnya, berdasarkan undang-undang federal yang berlaku, perusahaan dilarang menjanjikan upah atau tunjangan baru kepada toko atau gerai yang melibatkan pembentukan serikat pekerja.
Namun, justru dari laman resmi Starbuck tertulis, mereka mematuhi Standar Perburuhan Inti ILO, yang salahsatunya kebebasan berserikat.
Serikat pekerja ialah perkumpulan pekerja yang dibentuk untuk melindungi hak-hak pekerja dan memajukan kepentingan mereka. Melalui perundingan bersama antara serikat pekerja dan pemberi kerja, kontrak yang dihasilkan menentukan upah, jam kerja, tunjangan, kebijakan kesehatan, dan keselamatan kerja.
Pemogokan pekerja pertama yang tercatat di Amerika terjadi di tahun 1768. Saat itu, pekerja harian yang berprofesi sebagai penjahit memprotes pengurangan upah. Tahun 1794, pembuat sepatu di Philadelphia membentuk serikat pekerja yang disebut Federal Society of Journeymen Cordwainers. Berdirinya serikat itu menandai awal organisasi pekerja berkelanjutan di AS.
Serikat pekerja dapat membantu pekerja mendapatkan kompensasi yang pantas mereka dapatkan. Namun di sisi lain, bagi pengusaha, serikat pekerja bisa membuat sakit kepala.
Ini ditunjukkan dari studi tahun 2015 oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS. Dalam studi itu ditemukan, majikan rata-rata membayar US$29,83/jam untuk kompensasi karyawan pekerja non serikat sedangkan pekerja serikat memperoleh bayaran sekitar US46,50/jam. Tentu selisih yang amat besar. Maka, tak mengherankan jika Starbucks menentang keras serikat pekerja.
Gerai pertama Starbucks di Buffalo, New York membentuk serikat pekerja pada Desember tahun lalu. Tak lama terbentuk, pada awal Januari, pekerja Starbucks di Elmwood, Buffalo, New York, keluar dari pekerjaan untuk memprotes perusahaan yang dirasa gagal mengatasi masalah keselamatan terkait Covid-19. Menurut serikat pekerja, para pekerja dipaksa bekerja di bawah kondisi yang tidak aman, menghadapi masalah kesehatan, dan kekurangan staf.
Tercatat, hingga kini sudah sekitar 200-an gerai yang mengajukan petisi ke Dewan Hubungan Tenaga kerja. Petisi itu muncul karena Starbucks dianggap melancarkan perang anti serikat besar-besaran. Bahkan, perusahan itu menutup toko, mengirim eksekutif untuk mengawasi dan mencegah serikat pekerja, menipiskan hak suara pekerja pro-serikat, memberi jadwal tidak konsisten bagi pekerja yang pro-serikat, bahkan menyelenggarakan pertemuan anti-serikat.