Namun, sejumlah tantangan tetap ada. Awalil Rizky mengingatkan potensi risiko hubungan antara pemerintah dan Bank Indonesia.
Jika dana terlalu banyak ditarik dari BI, bisa mempengaruhi pengelolaan moneter. Selain itu, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada bagaimana bank benar-benar menyalurkan kredit.
Jika dana hanya tersimpan kembali di bank tanpa mengalir ke sektor produktif, maka tujuan kebijakan tidak tercapai.
Ekonom lainnya juga menyoroti pentingnya menjaga disiplin fiskal. Pemanfaatan SAL memang sah dan diatur undang-undang, namun tetap harus hati-hati agar tidak mengganggu keseimbangan anggaran.
Transparansi pelaporan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menjadi krusial untuk memastikan akuntabilitas.
Pemindahan dana Rp200 triliun dari rekening pemerintah di Bank Indonesia ke bank Himbara merupakan langkah strategis Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa.
Kebijakan ini memanfaatkan akumulasi SAL sebagai sumber daya fiskal yang selama ini relatif pasif. Dengan pengawasan yang ketat, dana ini berpotensi mempercepat penyaluran kredit produktif dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai kebijakan tersebut sebagai terobosan yang patut diapresiasi, meski tetap memerlukan regulasi teknis yang jelas.
Keberhasilan kebijakan ini akan menjadi tolok ukur baru bagaimana pemerintah mengelola SAL, dari sekadar angka dalam neraca menjadi instrumen nyata untuk menyehatkan ekonomi. []









