“Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengalami kerugian besar, apalagi jika sampai memiliki ekuitas negatif, akan berdampak pada keuangan negara. Alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di masa lalu bisa hilang. Dan upaya penyelamatan melalui alokasi baru akan membebani APBN, yang bahkan belum tentu berhasil”Awalil Rizky dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Belajar Rakyat pada hari Rabu (1/12/2021) dengan tema “Misteri Nilai Aset Pemerintah”.
BARISAN.CO – Berita tentang meruginya beberapa BUMN berukuran besar makin banyak diberitakan belakangan ini. Diantaranya telah ada yang dilaporkan memiliki ekuitas negatif, atau nilai kewajiban (utang) telah melampaui kekayaan (aset). Secara teknis akuntansi, BUMN demikian telah bangkrut. Tentu saja untuk dinyatakan bangkrut atau pailit perlu proses hukum lebih lanjut.
Kebangkrutan secara pembukuan (akuntansi) bisa saja tidak terjadi, jika ada proses penyelamatan yang berhasil dilakukan. Antara lain dengan melakukan strukturisasi utang dan modalnya. Dalam hal restrukturisasi modal biasanya melibatkan pemerintah melalui alokasi dana APBN.
Menurut Undang-Undang, “BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Penyertaan modal dimaksud dicatat dalam APBN dalam pos yang saat ini disebut penyertaan modal negara (PMN). Dahulu sempat disebut penyertaan modal pemerintah (PMP). PMN kepada BUMN dialokasikan tiap tahun APBN, dengan nilai fluktuatif. Sebagian BUMN menerima PMN beberapa kali pada tahun anggaran berbeda.
Nilai PMN kepada BUMN terakumulasi, yang tercatat dalam neraca Pemerintah Pusat. Nilainya bisa bertambah atau berkurang karena faktor lainnya, seperti kenaikan dan penurunan nilai akibat untung dan rugi, divestasi, dan lain sebagainya.
Ekonom Awalil Rizky menyampaikan bahwa total nilai aset Pemerintah berupa investasi permanen Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN mencapai Rp 2.343 triliun pada 31 Desember 2020. Diingatkannya bahwa nilai itu berlainan dengan pengertian aset keseluruhan BUMN yang nilainya mencapai Rp 9.491 triliun.
“Nilai neraca PMN kepada BUMN hanya menggambarkan kepemilikan negara atas ekuitas BUMN. Ekuitas BUMN mencapai Rp 2.699 triliun, dan sebagian besarnya tercatat sebagai aset pemerintah,”tambah Awalil.
Awalil menjelaskan bahwa ketika nilai ekuitas suatu BUMN mengalami kenaikan ataupun penurunan akan mempengaruhi nilai aset Pemerintah dalam LKPP. Dengan demikian, informasi data aset BUMN mesti dihubungan dengan nilai kewajiban (utang) nya agar diketahui nilai ekuitasnya.
Awalil memberikan perhatian khusus kepada beberapa BUMN yang tercatat merugi besar hingga ekuitasnya mencapai negatif pada akhir tahun 2020. Disampaikan data tentang dua BUMN sebagai contoh, yaitu Garuda Indonesia dan Asuransi Jiwasraya.
“Garuda Indonesia masih tercatat memiliki aset sebesar Rp139 triliun, namun kewajibannya tercatat lebih besar, yakni mencapai Rp153 triliun. Modalnya tercatat minus lebih dari Rp13 triliun, dan sejauh ini telah mencapai kisaran Rp20 triliun pada akhir triwulan III tahun 2021,” lanjutnya.