Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Ekonom: Indonesia Tidak Memiliki Rencana Industrialisasi yang Baik

Redaksi
×

Ekonom: Indonesia Tidak Memiliki Rencana Industrialisasi yang Baik

Sebarkan artikel ini

Namun, nampaknya hal berbeda justru terjadi di tanah air. Meski, industri makanan dan minuman berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi pemerintah tidak berbuat banyak.

Ekonom Awalil Rizky mengatakan, narasi dari otoritas sering kali setelah terjadi diaku sebagai andalan. Hal itu disampaikan dalam sesi tanya jawab Ulasan Awalil 26: Catatan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II – 2022.

“Kalau ditelusuri, tidak ada juga perencanaan serius tentang pengembangan industri makanan dan minuman yang berdurasi 5 hingga 10 tahun. Itu lebih kepada kreativitas bawah atau kreativitas koorporasi seperti perusahaan Indomie, kita harus mengakui bahwa Anda suka atau tidak suka, tapi mereka survive dan suistain baik untuk konsumsi domestik atau ekspor,” kata Awalil pada Kamis (11/8/2022).

Dia menambahkan, artinya, industri makanan dan minuman ini berkembang bukan karena klaim negara, mendorong atau memfalisitasi.

“Begitu juga dengan sektor industri jasa parawisata setelah Covid kalang kabut juga,” tambahnya.

Dengan begitu, Awalil menyampaikan, Indonesia tidak punya rencana industrialisasi yang baik, berdurasi panjang, dan konsisten baik di era pemerintahan sekarang atau sebelumnya.

“Kalau masuk ke laman Kementerian Perindustrian, bagaimana RJPMN karena itu terkait kebijakan terhadap pengembangan industri tertentu. Pastilah terkait dengan ekspor impor. Begitu juga terkait dengan pertanian, pertanian yang mana yang mau diolah sebagai hasil industri,” jelasnya.

Poin kedua, Awalil menyebut, Indonesia terlambat dibandingkan negara lain yang sebaya untuk mensikapi perkembangan di depan.

“Kita cenderung reaktif. Ini tidak sepenuhnya salah pemerintah, tapi pelaku industri kita juga kurang memiliki tren, tapi ini juga debat. Saya termasuk beberapa kali dalam forum tertutup, perusahaan besar itu tidak punya rencana 20 tahun apalagi lebih karena khawatir pemerintah berubah kebijakan,” lanjutnya.

Awalil mengindikasikan adanya kegamangan di antara pelaku industri, pelaku industri makanan dan minuman.

“Berarti pelaku industri di indonesia ini juga terlambat membuat perencanaan, kurang panjang, terlambat bereaksi, atau mendahului,” jelasnya.

Dia mencontohkan, industri kimia sebenarnya memiliki potensi.

“Ingat, di zaman kolonial dulu, orang datang ke sini karena rempah-rempah. Bisa saja era baru di depan karena ada Covid segala macam ini terbuka peluang untuk mempromosikan produksi berdasarkan herbal itu. Bukan asal herbal melainkan herbal yang dicampur kimia,” imbuhnya.

Menurutnya, ekspor rempah-rempah yang sudah diolah bisa menjadi potensi.